Benjamin Franklin Made in Cipacing
Negara tak aman, bisnis senapan angin naik daun

Bagus Marsudi, Djumyati P., Pulung Ciptoaji (Surabaya)

Biasa dipakai berburu, senapan angin bisa juga untuk berjaga kalau-kalau ada kekisruhan. Lantaran bahan yang mudah didapat, usaha senapan angin bisa jadi pilihan menarik.

Benjamin Franklin tak pernah ke Bandung, tapi nama itu tak asing bagi warga Cipacing. Di pinggiran Jalan Cileunyi, 25 km sebelah timur Bandung, mereka biasa menyebut dan menawarkan nama itu. Memang, sih, tak selalu versi tulisannya persis seperti itu. Kadang Benyamin atau Frankline. Bagaimanapun penulisannya, Benjamin boleh dibilang nama pasaran di sana.
Tak percaya? Tengok sendiri. Jauh-jauh orang dari Jakarta, Semarang, atau Surabaya bahkan luar Jawa datang ke Cipacing cuma untuk mencari Benjamin. Puluhan kios memajang berbagai model Benjamin di antara nama BSA, Meteor, Canon, Sharp, Bowa, dst. Tinggal pilih, mau Benjamin mahal atau murah. Kalau oke, selepas transaksi, Benjamin bisa dibawa pulang. 
Senapan angin merek Benjamin  dibikin oleh lebih dari 400 perajin Cipacing. ”Memang tak sebagus yang asli. Kalau yang asli harganya Rp 4 juta, saya cuma jual Rp 150.000,” ujar Maman Abdul Rohman, salah seorang perajin. Sejak 30 tahun lampau senapan angin buatan Cipacing sudah dikenal kualitasnya.
Membuat senapan angin ternyata tak sesulit yang dibayangkan. Bahan bakunya cuma pipa besi, potongan besi untuk pelatuk dan kantong peluru, serta kayu Mahoni untuk popor. Peralatannya pun cukup mesin pemotong besi, kikir dan pahat, alat pengecat, serta mesin bubut. 
”Besi bekas pun boleh. Entah itu besi beton, pipa ledeng, atau bekas ranjang,” ujar Maman. Besi itu dipotong sesuai panjang yang diinginkan, dibor untuk alur di dalamnya, dikikir, dibubut, lantas dilas. Terakhir, besi diblonir (dicat hitam). Dengan harga Rp 2.000 per kilogram, tiap senapan dengan panjang laras sekitar 35 cm butuh 3 kg besi. 
Komponen lain dikerjakan sendiri pun tak masalah. Besi dikikir untuk jadi kantong peluru. Pelatuk bisa dibikin dari ring seher mobil yang dilebur, lantas dibentuk. Per kokangan senapan juga banyak tersedia. Untuk popor, kalau enggan membuat sendiri, cukup beli Rp 3.000 per gagang. Asal tahu saja, jangan cari senapan dengan mimis (kaliber) lebih dari 5,5 mm. Kalaupun ada, pasti mereka enggan melepas. Pasalnya, untuk jenis senapan angin bikinan Cipacing ini hanya diizinkan bermimis 4,5 mm.
Jagoan membuat senapan ternyata tak cuma Cipacing. Di Kediri pun terdapat usaha pembuatan senapan. CV Bima Asta, perusahaan itu, malah sudah mematenkan senapan angin bikinannya. Sempat terpukul saat krismon, sekarang Bima Asta menggenjot 80% komponennya buatan lokal. Menurut Subiyanto, pengelola pabrik senapan itu, pihaknya menguji benar baku mutu. ”Sebelum dikemas, tiap pucuk harus dicoba oleh pakar senjata,” ujarnya. 
Untung besar sebanding dengan repotnya
Dengan bahan-bahan yang sederhana itu Maman menghitung biaya produksi satu senapan angin biasa sekitar Rp 40.000. Itu sudah termasuk ongkos kerja Rp 20.000 per senapan dan jatah uang makan Rp 5.000. Dengan biaya segitu, senapan angin dilego dengan harga mulai Rp 50.000 hingga Rp 300.000, tergantung panjang laras dan aksesorinya. Kalau sebulan seorang bisa membikin 20-30 senapan, dengan 20 karyawan sekarang ini bengkel Maman mampu membikin 600 pucuk senapan sebulan. Hitung sendiri untungnya. Paling tidak, omzet Maman mencapai puluhan juta per bulan. 
Lain lagi harga senapan dengan gas. Lantaran memakai gas harga jualnya bisa mencapai Rp 1,5 juta-Rp 3 juta per pucuk. ”Cara ngerjainnya sama, cuma yang mahal itu otaknya,” tutur Maman sembari menunjuk jidatnya. Rupanya tak semua orang bisa membikinnya. Belum lagi bicara kehebatannya. Beda dengan senapan angin biasa yang cuma menjangkau 50 meter dengan lima kokangan, senapan gas bisa membidik sasaran sejauh 150 meter sekali kokang dengan 10 peluru beruntun.
Selain membikin, Bima Asta juga menerima servis senapan. Biayanya tak mahal. Sekali servis paling mahal Rp 100.000. ”Sebenarnya, sih, cuma Rp 5.000. Yang Rp 95.000 itu otaknya,” celetuknya terus terang. Tak heran, dari hasil usahanya selama 30 tahun itu, walau harus menghidupi 13 istri dan 20 anak, Maman masih bisa naik haji, beli mobil, tanah, membiayai dan membangun rumah untuk anak-anaknya. 
Hitung-hitung, usaha senapan boleh juga. Masih penuturan Maman, dengan modal awal Rp 50 juta, dalam setahun dijamin bisa balik modal. Modal sebesar itu sudah bisa membuat bengkel senapan, lengkap dengan peralatannya. Makin besar kapasitas produksinya, makin besar pula untungnya. ”Kalau dihitung, setahun bisa mencapai Rp 70 juta,” tandasnya. Siapa yang kagak ngiler?
Permintaan pasar senapan angin pun cukup tinggi; Maman mengaku kewalahan melayani pemesanan. Kendati begitu, dari home industry itu, ribuan senapan angin bikinan Cipacing sudah tersebar ke mana-mana. Meski punya empat kios di Cipacing, sebagian besar senapan buatan Maman dijual ke luar Jakarta. Mendirikan usaha ini pun tak sulit. Syaratnya paling tidak harus ada izin usaha dari Depindag dan kepolisian

Setiap Jengkal Adalah Rezeki 
Stan di emperan perkulakan dan grosir laku keras

Bagus Marsudi, Barly H. Noe, Sri Sayekti, Sianne Komara 

Tak kalah dengan mal-mal, stan di emperan pusat perkulakan ternyata banyak diminati. Harga sewanya boleh tinggi, tapi itu sebanding dengan omzet usahanya. Bebas dari porotan preman lagi. 

Ada gula ada semut. Begitu pula yang terjadi jika pada suatu tempat dipadati manusia, pasti diramaikan oleh pedagang. Lihat saja. Setiap ada demonstrasi, di belakangnya turut juga konvoi pedagang minuman dan makanan. Bukan ikut demo, tapi lantaran cerdik melihat peluang pasar. Risiko urusan belakangan. 
Hal yang sama dianut para pedagang di pusat-pusat perkulakan. Seolah tak gentar oleh bayang-bayang raksasa ritel tempat mereka ngendon, para pedagang itu justru merasa aman. Banyaknya pengunjung yang hendak belanja borongan, terutama Sabtu-Minggu, menjadi sasaran empuk. Barangkali para pedagang itu pun berharap turut terpercik anggaran memborong kebutuhan rumah tangga. 
Lantaran begitu potensialnya ceruk pasar ini, para pengelola pusat perkulakan pun tak segan menyewakan space melompong itu. Lokasinya berada di jalur utama keluar masuk para pengunjung. Entah itu di lobi tunggu atau koridor, bahkan di emperan; yang pasti tetap ada dalam bagian dalam bangunan. Umpamanya saja di dekat pintu keluar perkulakan Makro, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Di sana berjejer 10 stan jualan dari makanan-minuman sampai pajangan dinding. Begitu pula di Goro, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sepanjang koridornya dipadati oleh 52 stan pedagang, mulai dari tukang kunci sampai sales perumahan.
Bagi pengelola Makro, keputusan untuk menyediakan tempat itu tak lebih dari good will perusahaan. ”Pemerintah tak pernah mengatur soal kewajiban pusat perkulakan terhadap pedagang kecil,” ujar salah satu manajer yang enggan disebut namanya. Keberadaan pedagang itu pun legal. ”Ada syarat yang harus dipenuhi dalam perjanjian,” terusnya. Mereka tak boleh menjual barang yang sudah dijual Makro. Lalu, kontraknya pun diperpanjang per bulan. 
Sudah begitu, pihak pengelola pun tak perlu repot menyiapkan tempat khusus; cukup menentukan lokasi mana yang boleh ditempati sebagai stan. Selanjutnya, soal mau membuat stan seperti apa, itu terserah pedagang. Asal bukan stan permanen. Goro, misalnya, menyediakan lahannya seluas 480 m2 untuk pedagang nonpermanen. Pedagang dibebaskan memilih luas lahan, dari 1 m2 sampai 40 m2.
Perkulakan Alfa malah membuka pintu lebar-lebar untuk sewa space. Tak heran, penyewanya pun tak cuma pedagang kecil, tapi peritel terkenal seperti Texas Fried Chicken, KFC, McDonald’s, Dunkin Donut, Country Style, dst. Mereka berani menarik penyewa bermerek itu lantaran 23 gerai Alfa di Jawa dan Bali selalu ramai pengunjung. ”Rata-rata 3.000 orang per hari,” ujar Kurnia Sukrisna, Direktur Operasional PT Alfa Retailindo.

Mengharap rezeki dari emperan

Tini yang membuka stan bakso Malang seluas 4 m2 di Makro, Pasar Rebo, mengaku membayar sewa Rp 2 juta per bulan. Baginya, itu tak memberatkan. Sehari, omzet dagangannya mencapai Rp 500.000. ”Itu kalau sepi. Kalau tanggal muda atau hari libur, minimal dapat Rp 1 juta,” ujarnya bangga.
Tapi, tak demikian halnya dengan Enzoztri. Pedagang sepatu sandal wanita di Goro Kelapa Gading ini malah mengeluhkan mahalnya harga sewa 4 m2 tempat usahanya. Dengan harga sewa Rp 1,9 juta per bulan, ”Jualan saya hanya cukup untuk bayar sewa,” ujarnya. Belum lagi Goro tak memberikan fasilitas apa pun selain listrik. 
Toh, bagi kolega Enzostri, Ade Fatma, membuka stan di pertokoan mapan jauh lebih nyaman ketimbang menyewa lapak pinggir jalan. Pedagang keramik bikinan Yogya itu merasa berjualan di Goro lebih aman. ”Tak diganggu preman, tak ada pungutan tambahan,” katanya.
Beda lagi di Alfa. Lantaran kondisi tiap tempat berbeda, Kurnia tak bisa memukul rata harga sewa ritel space. Di Alfa Cikokol, misalnya, lantaran tempatnya luas dan penyewanya cukup banyak, harga sewa cuma Rp 50.000 per m2 sebulan. Dengan situasi berbeda, Alfa Meruya bisa mematok harga sewa Rp 400.000 per m2 sebulan. Yang paling mahal tentunya di Alfa Denpasar. Walau space yang tersedia terbatas, dengan harga sewa Rp 600.000 per m2 sebulan calon penyewanya justru antre. Padahal, menurut Kurnia, sewa space itu andilnya tak lebih 1% dari omzet Alfa.


Sekretaris Bahenol Dunia Maya
E-mail dengan sekretaris virtual

Hendrika Yunapritta, R. Cipto Wahyana

Teknologi virtual menampilkan wajah (image) yang mampu berbicara, mengekspresikan emosi, yang bisa dikirimkan untuk membacakan e-mail. Ibaratnya, kita bisa punya sekretaris bahenol, gratis lagi.

Di dunia maya, selain informasi berbentuk teks dan gambar dua dimensi ada pula karakter-karakter tiga dimensi yang bisa dinikmati. Beberapa yang terkenal misalnya si sexy cyberbabe Lara Croft dan virtual newscaster bernama Ananova. Lara Croft (www.laracroft.co.uk), tokoh virtual dari game Tomb Raider, adalah sebuah sosok sempurna bak model terkenal. Ia digambarkan sebagai seorang aristikorat Inggris yang suka petualangan. Dongeng game-nya dimulai ketika pesawat yang ditumpangi Lara mengalami kecelakaan, dan dia satu-satunya penumpang yang selamat. Saking ngetopnya, situs Lara Croft sempat tidak bisa diakses dua tahun lalu gara-gara overcrowded; sedangkan copy Tomb Raider terjual sebanyak 21 juta sejak diluncurkan.
Ananova pun setali tiga uang. Sosok penyiar keluaran Press Association April 2000 ini digambarkan sebagai gabungan dari Posh Spice, Carol Vorderman, dan Kylie Minogue. Selain mempunyai sosok sempurna, pembaca berita yang suara dan bentuknya bisa diakses lewat www.ananova.com ini adalah  wanita yang sangat cerdas. Suaranya enak didengar dan nyaman bagi mereka yang mendengarkannya. 
Namun, dua tokoh terkenal ini bisa dibilang tidak punya emosi. Ananova tidak dapat melemparkan ekspresi sinis dan arogan. Wajahnya sangat sempurna, tidak ada kerutan pada mata atau bibir ketika berbicara. Seperti manusia palsu. Pokoknya mirip sekali kartun dua dimensi. Nah, akhir tahun lalu LifeFX menawarkan virtual karakter. Bedanya, tokoh ini bukan untuk pembaca berita atau tokoh game, tapi membacakan e-mail atau semacam asisten untuk membaca e-mail. Namanya Facemail.
LifeFX yang diciptakan tahun 1999 menggunakan teknologi image-morphing computer yang memahami anatomi manusia. Sistem digital seperti ini mampu menganalisis gerak mata dan lidah, bahkan juga tengkorak serta setiap otot dan sendi yang bergerak ketika orang berbicara. Teknologi tersebut menghasilkan gerak alami, seperti lipatan kelopak mata ketika karakter berkedip. Alhasil, ”Internet dapat menjadi media visual interaktif,” ujar Lucille Salhany, pencipta LifeFX. 

Bisa menggunakan wajah sendiri

Karena gratis dan menarik, LifeFX langsung menjadi salah satu program favorit yang di-download melalui CNet dan ZDnet. Sebenarnya ada beberapa perusahaan lain yang membuat program seperti LifeFX. Tapi, LifeFX menjadi favorit karena perusahaan yang berbasis di Newton ini berhasil menggandeng Kodak, sebuah perusahaan film raksasa dari Rochester, New York. Kodak bakal menggarap gambar interaktif yang disebut Stand-In ini. Menurut Steve Ardire, Senior Vice President of Bussiness Development and Sales LifeFX, kuartal pertama tahun depan mereka akan membuat Biro Servis LifeFX. Karena sudah menggandeng Kodak, ”Orang bisa mengirim ke kami foto mereka dengan mata terbuka dan menghadap kamera, dan kami akan membuatkan Stand-In-nya,” janji Ardire.
Teknologi Stand-In berbeda dengan video yang pasif. ”Stand-In ini interaktif,” kata Ardire. Selain membaca naskah yang ada di dalam e-mail, Stand-In juga akan mengekspresikan emosinya. Mengirim dengan Facemail ini cukup mudah. Netter tinggal men-download programnya di www.lifefx.com, situs CNet, atau ZDNet, dan mengetikkan e-mail seperti biasa. Ekspresi Stand-In nantinya disampaikan melalui ketikan yang sudah lazim. Misalnya :—) untuk tersenyum dan :—( untuk dahi berkerut. Ada tujuh ekspresi yang bisa digambarkan Stand-In, yakni tersenyum, ciuman, kedipan, kerutan di dahi, jijik, dan terkejut. Facemail gratisan ini cocok untuk dipakai beberapa program e-mail terkenal, seperti AOL, Hotmail, dan Microsoft Outlook.
Ekspresi seperti ini diramalkan bakal sangat membantu interaksi e-mail. Maklum, sebagai bahan tertulis, banyak yang sering salah tangkap ketika membaca e-mail seseorang. ”Lima puluh persen pembicaraan kan dilakukan secara nonverbal,” kata Ardire. Ekspresi nonverbal inilah yang ditampilkan Stand-In. Penerima e-mail yang ogah men-download program ini bisa saja hanya membaca teks; meskipun dalam e-mMenjual si Label Pintar
Asisten pribadi dari Office XP

Hendrika Yunapritta, Christiantoko

Andalan bundel Office XP adalah hyperlink langsung dari teks yang diketik pemakai tanpa harus menutup tampilannya. Harga per paketnya memang tak murah. Walau belum resmi diluncurkan, versi bajakannya sudah bisa dibeli.

Pengguna komputer mungkin lebih akrab dengan Microsoft Word atau Excel yang ada dalam bundel Office ketimbang sistem operasi Windows. Dalam perkenalan Windows XP, Februari lalu, pemilik software terbesar di dunia, Bill Gates, mengatakan bahwa Windows telah menjadi alat kerja ratusan juta orang di dunia. Tak heran bila bundel Office menjadi tambang emas perusahaan software terbesar di dunia ini. Office sendiri menyumbang 46% revenue dan 50% income Microsoft. 
Itu sebabnya, pertengahan tahun ini Microsoft akan meluncurkan si tambang emas Office XP. Ini mendahului induknya, Windows eXPerience (XP), yang baru akan diluncurkan Oktober depan. Office XP bisa bekerja pada Windows 98/98 SE, Windows Millenium Edition (ME), NT 4.0, dan Windows 2000; tapi tidak akan jalan pada Windows 95. Cuma, Anda perlu memori (RAM) 128 MB bila ingin mendapatkan tampilan optimal dari Office XP. Jika cukup puas dengan program apa adanya, ya cukup menggunakan memori 64 MB saja.
Program Office XP, yang antara lain terdiri dari program MS Word, Excel, dan Outlook, akan menyita 400 MB - 800 MB harddisk. Kapasitas yang luar biasa itu memang diperlukan untuk meng-install fasilitas unggulan Office XP: Smart Tag. Smart Tag bekerja dengan mengenali sebuah kata kunci atau asosiasi kata tersebut dengan suatu tampilan fasilitas. Tampilan ini bisa berupa program sederhana atau koneksi ke database di dunia maya. Jadi, Smart Tag alias Label Pintar ini bakal muncul ketika pengguna mengetikkan suatu kata dalam program-program Office XP. 
Label Pintar akan memudahkan pengguna Office XP, karena tidak perlu bersusah payah keluar dari dokumen yang dikerjakannya dan membuka browser ketika ingin mencari informasi lebih. Namun, si pengguna terlebih dahulu harus men-download installer dari situs-situs database yang ditunjuk Microsoft atau situs Microsoft sendiri. 

Versi bajakan pun sudah tersedia

Di Indonesia, ada tiga situs lokal yang bekerja sama dengan Microsoft, yakni Kompas Cyber Media (KCM), Indoexchange, dan Yellowpages. Untuk sementara ini KCM hanya meng-install-kan data artis dan menteri; dan nantinya pengguna bakal bisa mengakses seluruh database KCM. Bahkan, Smart Tag juga bisa menyediakan cuplikan lagu, seperti grup Sheila On 7. Sedangkan Indoexchange menyediakan link untuk Smart Tag ketika pengguna mengetik nama emiten. Link ini berisi harga saham serta informasi bisnis lainnya. Lantas situs Yellowpages menyediakan alamat perusahaan di lima kota besar Indonesia. Tentu saja Label Pintar akan berfungsi jika pengguna Office XP dalam keadaan terhubung dengan dunia maya.
Database di tiga situs ini diubah ke dalam file xml yang berbentuk teks dan tidak membedakan antara bahasa pemprograman pengirim atau penerima data. Hasilnya, file ini gampang dibaca di mana pun. ”Bahkan xml bisa dibaca pemakai Linux maupun NT,” ujar Adrianto Gani, Manager Director PT Puspa Intimedia Internusa (Intimedia), perusahaan yang mengubah data di database Yellowpages menjadi format xml. Intimedia sendiri mengubah format 200.000 kata di Yellowpages agar bisa diakses melalui Office XP. Kerja sama antara Microsoft dengan tiga situs ini tidak komersial. ”Yah, ini win-win lah,” ujar Eddie Daradjat, Presdir Indoexchange. Setiap Smart Tag yang terkoneksi dengan situs mereka otomatis akan menambah page preview dan hit.
Kelebihan Office XP ini otomatis mengiming-imingi pengguna Office untuk meng-upgrade versi lama mereka. Maklum saja, sekitar 60% pengguna Office masih mengandalkan versi lima tahun lalu. Memang, dibandingkan dengan Office 97, Office XP ini jadi tampak sangat modern dan menarik. Makanya, Microsoft memperkirakan ada 100 juta - 120 juta orang pengguna Office 95 atau 97 yang menjadi pasar untuk dirayu dengan keunggulan Office XP.
Tapi, harga Office XP ini lumayan mahal. Di Indonesia versi resmi Office XP akan dijual dengan harga US$ 550 atau Rp 5,5 juta. Seperti versi Office dan Windows yang dulu-dulu, belakangan bajakan software produksi raksasa Microsoft ini banyak ditemui. Di Malaysia, kabarnya versi bajakan dijual dengan harga US$ 3 saja. Di Indonesia, Office dan Windows XP bajakan harganya cuma Rp 15.000 atau US$ 1,5.

ail yang mengandung Facemail tersebut ada link menuju ke situs-situs LifeFx

Si Emas Cokelat makin Harum
Panen raya cengkeh telah tiba 

Niken Rooshany, Marga Raharja

Setelah tertekan bertahun-tahun, kini petani cengkeh mulai bisa menebar senyumnya. Maklum, harga cengkeh meroket tak kira-kira. Tapi, kebutuhan pasar tak mampu dipenuhi. Pabrik rokok mulai megap-megap kesulitan bahan baku cengkeh. 

Panen raya cengkeh, yang datang setiap empat tahun sekali, berlangsung lagi mulai Juni ini. Agaknya, inilah panen raya yang disambut dengan perasaan suka cita oleh petani. Pancaran penuh semangat tampak di wajah mereka yang telah menjual cengkeh kering dengan harga Rp 70.000 sampai Rp 80.000 per kg. Sementara itu, sebagian lagi masih menahan hasil panennya. Mereka berharap, moga-moga harga salah satu bahan baku rokok kretek itu akan terus meroket. 
Lonjakan harga si emas cokelat ini sebetulnya tidak begitu mengejutkan. Bayangkan, tahun lalu saja pabrik rokok kretek membutuhkan sekitar 91.000 ton cengkeh, sementara hasil panennya hanya 70.000 ton. Dan tahun ini produksi cengkeh diperkirakan bakal anjlok lagi menjadi tinggal 50.000 per ton. Logikanya, sampai tahun depan pasar akan kekurangan cengkeh. Apalagi pasokan dari Aceh dan Maluku, dua sentra produksi cengkeh, sampai saat ini masih tersendat-sendat. 
Maka, harga pun meroket tak tanggung-tanggung. Yang diuntungkan, ya, siapa lagi kalau bukan petani cengkeh. Seperti yang dirasakan Gelora Perangin-angin, petani dari Carangwulan, Jombang. Di saat panen raya seperti sekarang, kebunnya seluas lima hektare diperkirakan akan menghasilkan sekitar 5 ton cengkeh kering. Setelah dipotong biaya petik dan pemeliharaan, petani asal Medan yang sudah lama tinggal di Jombang ini masih bisa meraup keuntungan bersih Rp 300 juta. ”Prospek cengkeh akan bagus hingga tahun 2005,” kata Gelora. 
Rasa gembira juga dipancarkan Tony Sugianto, petani asal Wonosalam. Hanya, ia tak seberuntung Gelora yang tergolong cukup kebal menghadapi fluktuasi harga. Ketika harga si emas cokelet ini jatuh sampai Rp 1.800 sekilogramnya, Tony termasuk satu dari ribuan petani yang melantarkan kebunnya. Pria ini juga telanjur menciutkan lahan cengkehnya. ”Dulu saya memiliki kebun seluas enam hektare dan ditumbuhi ribuan pohon cengkeh. Tapi, sekarang tinggal separonya,” kata Tony penuh sesal. 
Ketika terjadi kelebihan pasok cengkeh, tahun 1992, Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang dikomandoi Tonmmy Soeharto memang pernah mengeluarkan kebijakan untuk mengonversikan 30% tanaman cengkeh. Lalu, petani dianjurkan mengganti pohon cengkeh dengan tembakau, vanili, cokelat, atau palawija. Selain itu, Tommy juga mengusulkan untuk membakar 40% hingga 50% hasil panen cengkeh. BPPC saat itu sedang terancam kolaps dan tak mampu menyerap produksi cengkeh akibat tak ada pembelian cengkeh oleh pabrik rokok.
Mengancam industri rokok kretek
Tapi, pelbagai upaya itu tak mampu mengangkat harga cengkeh. Bertahun-tahun harganya jauh di bawah harga dasar. Tapi, sejak BPPC dibubarkan, harga cengkeh mulai sedikit terangkat. Tahun lalu, misalnya, harganya mencapai Rp 30.000 hingga Rp Rp 40.000 per kg. Jadi, jika tahun ini harga cengkeh menembus Rp 70.000 per kg, wajar kalau semangat para petani terpicu kembali. ”Sekarang orang mulai mengupayakan menanam cengkeh lagi,” kata Litha Brent, eksportir kopi dari Ujungpandang, yang pernah menjadi pemasok cengkeh untuk pabrik rokok. 
Rezeki nomplok juga akan dirasakan petani cengkeh di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Tahun ini sentra produksi cengkeh terbesar di Indonesia itu diperkirakan akan menghasilkan 14.000 ton cengkeh kering atau setara dengan Rp 980 miliar. Tentu saja, pemasukan ini akan mendorong tingkat konsumsi para petani. Namun, Kepala Biro Ekonomi Pemda Sulut, Alberth Pontoh, mengatakan bahwa perilaku petani sekarang sudah sangat berubah. ”Mereka tak mau lagi mengulangi penderitaan masa lalu yang melakukan konsumsi jor-joran,” katanya. 
Sayang, kegembiraan petani cengkeh itu akhir-akhir ini berubah menjadi ketakutan. Pasalnya, seperti peribahasa, ada gula ada semut, tingginya harga cengkeh ternyata telah menarik minat para penjarah. Di Kecamatan Wonosalam, misalnya. Menurut Gelora, beberapa perkebunan cengkeh yang terletak di pingir jalan besar sudah habis dijarah. ”Mereka tidak takut pada aparat keamanan,” kata Gelora. ”Kami akhirnya mengajak penduduk untuk melakukan pam-swakarsa.” 
Tapi, tak ada yang menandingi penderitaan pabrik rokok sebagai konsumen utama. Menurut Darjoto Setiawan, Direktur Utama PT Bentoel Prima, lonjakan harga cengkeh telah mengancam kelangsungan hidup ratusan pabrik rokok kecil. Itu terjadi setelah harga cengkeh meroket dari Rp 25.000 tahun lalu menjadi Rp 61.000 per kg. Kondisi ini diperparah lagi oleh kenaikan tarif cukai. Akibatnya, agar tidak rugi lebih besar, beberapa pabrik rokok akhirnya menutup usahanya. ”Bukan yang kecil saja, pabrik rokok menengah besar pun sekarang megap-megap,” kata Darjoto.

Ternyata, Aman itu Mahal
Macam-macam pungutan baru di BPOM

Djumyati Partawidjaja, Sri Sayekti, Ahmad Febrian

Demi meningkatkan pelayanan, pemerintah menerbitkan PP No. 17 tentang pungutan baru di BPOM. Pungutan ini dianggap akan memberati pengusaha menengah kecil; sementara pelayanan BPOM sendiri tak banyak berubah. 

Kalau sudah kepepet, orang memang bisa menjadi lebih kreatif. Yang penting asap dapur bisa terus ngebul. Itu pula yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Lewat PP No. 17/2001, pengusaha makanan, minuman, kosmetika, obat-obatan dan produk kesehatan diwajibkan membayar biaya evaluasi, pendaftaran, sertifikasi, dan pengujian. ”Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kita juga,” kata Mawarwati, Sekretaris Utama BPOM.
Untuk semua jasa yang diberikan BPOM, selama ini pengusaha hanya dikenai biaya formulir Rp 15.000. Tapi, lewat PP No. 17, yang berlaku sejak 16 Mei lalu, para pengusaha harus mengeluarkan uang sampai jutaan rupiah. Biaya pendaftaran dan evaluasi misalnya. Untuk pendaftaran tiap item (jenis, rasa, atau berat tertentu) obat jadi yang baru dikenai biaya pendaftaran dan evaluasi sebesar Rp 20 juta; sementara obat tradisional dengan bentukan baru dikenai biaya Rp 2,5-5 juta. 
Di sisi lain, tiap item obat generik hanya terkena Rp 1 juta. Pada produk makanan, yang paling mahal terkena pungutan adalah makanan suplemen dan pangan khusus. Biayanya Rp 2,5 juta per item. Jenis-jenis makanan lainnya seperti susu, daging olahan, makanan kaleng, minuman dalam kemasan, coklat, macam-macam tepung, dan rempah-rempah hanya terkena pungutan antara Rp 50.000 sampai Rp 1 juta. 
Belum lagi aturan baru untuk sertifikasi cara produksi yang baik. Kalau selama ini hanya pengusaha obat yang wajib memiliki sertifikasi, mulai 16 Mei lalu semua pengusaha makanan, kosmetika, dan alat kesehatan harus memiliki sertifikasi. Besar biaya ini sangat beragam. Untuk indutri besar, misalnya, biayanya berkisar antara Rp 10 juta sampai Rp 5 juta. Industri menengah dikenai biaya sertifikasi antara Rp 2,5 juta - Rp 5 juta, dan industri kecil dikenai Rp 1 juta.
Menurut Mawarwati, ada cukup banyak masalah kalau semua jasa BPOM digratiskan. Malah, fasilitas ini sering dimanfaatkan para pengusaha. Mereka, misalnya, memasukkan 20 nomor registrasi. ”Padahal mungkin hanya perlu lima nomor registrasi, mereka masukkan 20 nomor. Akibatnya, beban kerja BPOM jadi berlebih sehingga proses registrasi jadi lama sekali. Untuk mengatasinya, BPOM akhirnya memasang tarif untuk setiap jasa yang diberikan. ”Semuanya kita setor ke kas negara. Kalau kita perlu peningkatan mutu, perlu operational cost, kita bisa mendapatkan tambahan dana dari APBN,” ungkap Mawarwati.
BPOM tidak bertanggung jawab secara hukum
Pungutan sekecil ini bagi industri obat-obatan jelas tidak ada artinya. ”Tarifnya jauh lebih kecil kalau dibandingkan dengan luar negeri yang bisa mencapai ratusan ribu dolar,” tutur Anthony Sunarja, Ketua Gabungan Pengusaha Farmasi. Dalam hitungannya, kalau bisa menjual obat selama lima tahun, perusahaan farmasi diperkirakan bisa memperoleh pendapatan Rp 4 miliar. Jadi, pungutan sebesar Rp 20 juta itu sama sekali tidak ada artinya; juga bukan alasan untuk menaikkan harga obat.
Tapi, pengusaha makanan menganggap pungutan itu cukup memberatkan. Betul, bagi perusahaan sekaliber Indofood, Nestle, Coca-Cola, biaya tersebut jelas tidak masalah. Bayangkan. Coca-Cola saja setiap harinya bisa menjual 7 juta botol. Sementara penghasilan Indofood dari penjualan mi instan sudah mencapai Rp 9 miliar per tahun atau Rp 24 juta per hari. Masalahnya, menurut Direktur Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Thomas Dharmawan, biaya untuk mendapatkan nomor registrasi yang harus dipasang dalam label produk ini dikenakan pada semua pengusaha. Besar maupun kecil.
Padahal, menurut data BPS, tahun 1998 ada 700.000 pengusaha kecil dan rumah tangga yang aktif, sedangkan industri besarnya hanya ada lima ribuan saja. Jika ingin dicap sebagai pengusaha makanan yang baik, mau tak mau mereka juga harus mendapatkan sertifikat Cara Produksi Makanan yang Baik. ”Bagaimana nanti nasib para pengusaha dodol, nata de coco, dan usaha makanan kecil lainnya?” tanya Thomas. Mungkin para pengusaha tak keberatan dikenai biaya Rp 1 juta - Rp 5 juta. Masalahnya, mereka juga harus memperbaiki fasilitasnya untuk mendapatkan sertifikasi. Jumlahnya juga tidak kecil. 
Sialnya, berdasarkan pengalaman selama ini, registrasi di BPOM ini tidak bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Maksudnya, kalau sampai terjadi kasus dengan produk terdaftar, masyarakat tidak bisa menuntut BPOM yang sudah memberikan registrasi dan sertifikasi. Masalah-masalah seperti itu tetap saja menjadi tanggung jawab pengusaha. Mereka juga yang harus keluar duit bila terjadi gugatan ganti rugi. Jadi buat apa segala macam biaya dan sertifikasi itu?

Memerah Dolar dari Susu

F. Rahardi,
Praktisi Pertanian

Memelihara sapi perah adalah bisnis yang bisa mendatangkan pemasukan harian dan nilainya relatif stabil karena terkait dengan dolar. Penyerap susu segar terbesar adalah pabrik susu bubuk yang standar harganya mengikuti dolar AS. Karena itu, meskipun nilai dolar melambung tinggi, peternak sapi perah tidak perlu pusing. Sebab, bahan baku pakan mereka hanyalah hijauan yang kandungan komponen lokalnya mencapai 100%. Memang, bila bibit sapinya memilih yang impor, harganya juga mengikuti dolar. Sekarang ini harga bibit sapi perah impor (bunting sekitar empat bulan) mencapai sekitar US$ 1.000. Sementara itu, yang lokal antara Rp 5 juta–Rp 6 juta per ekor.
Harga susu di tingkat pabrik memang turun naik mengikuti kurs dolar. Pada saat tulisan ini dibuat, dengan kurs Rp 11.950 per dolar AS, harga susu segar di tingkat pabrik Rp 1.550 per liter. Di tingkat peternak, semua sangat tergantung dari KUD-nya. Semakin jauh jarak lokasi peternakan serta KUD dari lokasi pabrik, semakin rendah harga yang bisa diberikan ke peternak.
Tapi, rata-rata selisih harga antara level pabrik dengan peternak antara 10%–15%. Dengan tingkat produksi susu (induk lokal) antara 8–15 liter per induk per hari, pendapatan kotor peternak antara Rp 12.400 sampai Rp 23.250. Kalau yang dipelihara induk eks-impor atau bibit hasil kawin suntik dengan semen (mani beku) eks-impor, hasil susunya bisa mencapai 18–20 liter per hari. Tapi, biaya pakan dan perawatannya juga lebih tinggi ketimbang induk lokal.
Kebutuhan hijauan berupa tebon (batang jagung muda), rumput gajah, atau rumput raja (king grass) sekitar 50 kg per ekor induk per hari. Hasil hijauan segar per hektare per sekali panen sekitar 20 ton. Dengan siklus tebangan sekitar 60 hari sekali, untuk seekor induk diperlukan areal tanaman hijauan seluas 1.500 m2. Berarti tiap hektare lahan hijauan bisa memberi pakan paling sedikit enam ekor sapi perah.
Seorang peternak dengan populasi sapi 10 ekor memerlukan lahan hijauan seluas 1,5 ha yang berpengairan teknis. Kalau harus membeli hijauan dengan harga Rp 100 per kg, biaya untuk pakan seekor sapi sudah mencapai Rp 5.000 per hari. Di saat kemarau panjang, kalau peternak tidak memiliki areal hijauan berpengairan teknis, biaya pakan akan melambung tinggi karena tersedot untuk keperluan transportasi.
Kesulitannya cuma mencari pakan hijauan
Sebenarnya tetek-bengek teknis pemeliharaan sapi perah sudah relatif terkuasai dengan baik oleh peternak kita. Karenanya, para pendatang baru tidak perlu kerepotan untuk masuk ke wilayah ini. Tinggal mengirim tenaga untuk ”magang” ke peternak yang sudah jalan lalu mengikuti mereka. Alur pasarnya pun relatif rapi melalui KUD dan masuk ke pabrik. KUD-KUD susu ini relatif baik kinerjanya karena mereka tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Baiknya kinerja koperasi susu ini juga dikarenakan mereka harus bekerja sama dengan pabrik-pabrik susu perusahaan multinasional. Standar kerja koperasi-koperasi ini pun lalu mengikuti standar kerja dunia persusuan internasional.
Kondisi para peternak sapi perah ini agak berbeda dengan dunia sapi pedaging yang kusut masai karena ulah blantik (pedagang sapi potong) yang kinerjanya memang bergaya preman. Kalau kita datang ke sentra-sentra peternak sapi perah di Pujon, Malang-Jawa Timur; Boyolali, Jawa Tengah; Lembang dan Pangalengan, Jawa Barat; mereka hampir tidak mempunyai keluhan.
Satu-satunya keluhan yang selalu mereka kedepankan adalah kesulitan hijauan di musim kemarau. Para peternak sapi perah di Boyolali, misalnya, di musim kemarau biasa mendatangkan hijauan dari Kabupaten Magelang, Semarang, Temanggung, bahkan sampai ke Kabupaten Kendal. Ini semua terjadi karena mereka tidak memiliki areal hijauan berpengairan teknis sesuai dengan populasi sapi peliharaan mereka.
Hasil pemeliharaan sapi perah sebenarnya bukan melulu susu. Daging anak sapi perah jantan (feal) meskipun lebih murah dari sapi pedaging, relatif punya pasar tersendiri. Saat ini harga anak sapi perah jantan sekitar Rp 10.500 per kg hidup. Dulu di tahun 1980-an para peternak sapi perah di Pujon pernah membuang susu segarnya ke kali karena harga yang diberikan oleh pabrik terlalu rendah sementara produksi mereka melimpah. Kejadian itu tidak pernah terulang lagi.
Di Pangalengan, para peternak berhasil mengembangkan industri kecil dengan produk yoghurt, keju, dodol, permen, es krim, dan lain-lain yang memberikan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Di Yogyakarta dan Bandung, konsumsi susu segar di kaki lima berkembang cukup pesat. Itu semua berkah dari industri peternakan sapi perah yang relatif sehat.
Krisis ekonomi, politik, dan sosial yang berkepanjangan dewasa ini ternyata tak terlalu bergema di lingkungan peternak sapi perah. Baru-baru ini, ketika saya menyempatkan diri ngobrol dengan kelompok peternak di Kaliurang, Sleman, DIY, mereka sangat ceria. Keluhan mereka hanyalah soal hijauan. Mereka tak berani menambah populasi ternak karena keterbatasan areal hijauan. Berbeda dengan peternak di Boyolali yang sudah terbiasa mendatangkan hijauan dari jauh, para peternak di lereng selatan Gunung Merapi ini terbiasa mengandalkan hijauan dari sekitar kampung halaman mereka. Padahal, peluang mendapatkan tambahan kredit induk dari koperasi selalu terbuka. Setiap saat mereka bisa mengambilnya tanpa prosedur yang rumit.

Sorry, Spesial buat Dolar
Mebel etnik asli maupun aspal banyak penggemarnya 

Titis Nurdiana, Melanie, Barly H., Cipto W., Sianne K.

Mebel dengan sentuhan etnik tetap mampu tampil memikat. Tak peduli yang asli maupun yang aspal—asli tapi palsu—mebel jenis ini tak pernah kehabisan penggemar. Hanya, ada ancaman soal bahan baku. Persaingan juga amat ketat.
 
ENTAH apa kata pemerhati kebudayaan bila melihat kenyataan ini: hasil karya budaya kita ternyata lebih disukai bangsa lain ketimbang bangsa sendiri. Coba kita tengok bisnis mebel etnik, jenis perabot yang diciptakan dengan sentuhan khas daerah. Pembelinya memang seakan tidak pernah habis. Malah, jumlahnya terus bertambah. Kalau kita datang ke kota Yogyakarta dari arah kota Solo, sepanjang jalan akan terlihat deretan aneka toko mebel, baik yang besar maupun kecil. Yang tambah membuat kaget, mereka bukan cuma melayani pembeli lokal melainkan juga ekspor. Ruarr… biasa, bukan?
Ini bukan lantaran pembeli lokal tak ada atau penjual emoh duit rupiah. Menurut cerita Sholahuddin alias Sholah, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Antik (Assantik) Yogyakarta, permintaan dari pembeli lokal juga banyak. Hanya, anggota asosiasi yang berjumlah 40 pengusaha itu sudah terlalu sibuk dengan order yang luar biasa banyaknya dari pembeli bule. “Kebetulan saja mereka bayar pake dolar,” kilah Sholah. Dalam waktu sebulan, mereka harus mengirim 100 kontainer. Saking sibuknya dengan partai besar itulah, pembeli lokal dengan amat menyesal tidak bisa dilayani toko-toko di sepanjang jalan lingkar selatan kota budaya itu.
Begitulah kondisinya. Pembeli bule berduit dolar memang sedang keranjingan mebel khas buatan tangan orang Indonesia. Mebel etnik, begitu sebutannya. Saat ini, mebel dengan corak etnik tradisional bertebaran di hotel maupun pertokoan di Eropa dan Amerika. Tapi, sejatinya, pasar lokal juga sangat berminat pada mebel etnik. Lihat saja interior hotel-hotel berbintang yang ada di Bali, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta, di setiap sudutnya terlihat mebel-mebel dengan corak etnik. 
Tak kalah serunya, saat ini banyak rumah pribadi yang ditata dengan sentuhan etnik. Memang, bagi sebagian orang, yang namanya mebel bukan cuma diperhatikan dari sisi fungsi atau kegunaannya. Salah satu pertimbangan yang dipakai adalah adanya unsur cita rasa seni yang melekat pada mebel-mebel itu. 
Dari sekian banyak mebel etnik yang ada di Indonesia, menurut Sholah, perabotan khas daerah Jawa, Madura, dan Lombok menduduki peringkat pertama. “Terutama Jawa, khususnya Kudus dan Jepara,” ujar Sholah. Fakta itu juga terlihat di ruang pamer Sadatu, Mal Ambassador, Jakarta. Dari berbagai macam perabot etnik Nusantara, ada yang dari Jawa, Madura, Bali, Lombok, sampai Toraja, ternyata mebel bercorak Jawa paling laku dijual.

Selain bahan baku, bule juga jadi ancaman

Karena dinilai sebagai karya seni, sudah tentu mebel bercorak etnik tradisional tidaklah murah. Apalagi yang asli dan tua, harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah, bahkan ada yang sampai Rp 100 juta. Maklumlah, untuk mencari mebel asli yang umurnya ratusan atau puluhan tahun, penjual mesti berburu sampai ke pelosok kampung. “Dulu gampang, sekarang susahnya minta ampun,” ujar Ivan, bagian pemasaran Galeri Joglo Antik. 
Begitu halnya pengalaman Puspeta, galeri lainnya. Menurut Mu’tasim, salah satu pengurusnya, mebel asli saat ini jumlahnya sudah jauh berkurang ketimbang dua-tiga tahun silam. “Dulu bisa sampai seratusan, sekarang ini puluhan juga susah nyarinya,” ujar Mu’tasim.
Lantaran langka, harga mebel antik menjadi setinggi langit. Ini pula yang menyebabkan munculnya bisnis mebel repro alias reproduksi. Mebel yang dibuat sama persis bentuk dan modelnya dengan yang asli inilah yang sekarang merajai pasaran dalam maupun luar negeri. “Yang membedakan hanya umur kayunya,” lanjut Mu’tasim lagi. 
Kendati cuma barang aspal, nyatanya minat membeli mebel jenis ini makin bertambah jumlahnya. Padahal, harganya juga tidak bisa dibilang murah. “Paling murah US$ 40, sampai US$ 1.000,” ujar Ivan. 
Sudah tentu para pedagang mebel tidak sembarang menjual mebel repro. Soalnya, pembelinya orang yang mengerti barang seni dan bukan orang yang ingin sok etnik. “Pembeli bule jauh lebih rewel dan teliti ketimbang pembeli lokal,” ujar Sholah. Faktor umur kayu, keharusan memakai kayu jati, tingkat kekeringan, pengerjaan, sampai finishing-nya, tidak boleh cacat atau menyalahi pesanan. Salah sedikit saja, tak segan-segan bule-bule itu langsung mengembalikan barang. Selain transaksinya dibatalkan, “Mereka juga bisa minta ganti rugi,” lanjut Sholah.
Meski terlihat menguntungkan, kini pemain bisnis mebel repro terancam kesulitan bahan baku. Sudah harga kayu jati naik terus, pasokannya juga menipis. Kalau mereka tidak nakal—memborong dari penjarah kayu jati—satu-satunya sumber adalah membeli dari Dinas Perhutani. “Harganya tinggi, tapi tak ada pilihan harus tetap dibeli,” sungutnya.
Selain itu, mereka kini juga dihadapkan pada sengitnya persaingan. Akibatnya, tidak jarang mereka perang harga. Kalau sudah begini, yang dilakukan adalah mengorbankan kualitas. “Kalau ditolak pembeli, siapa yang tanggung?” ucap Sholah. Celakanya, mereka tidak cuma berperang melawan sesama pedagang mebel pribumi. Bule-bule yang dulu cuma pembeli belakangan ini banyak yang beralih menjadi pengusaha mebel sendiri. Lo, kok bisa? “Mereka kawin dengan orang Indonesia, dan mengatasnamakan usahanya dengan nama istri,” ujar Ivan, sebal. Kawinnya asli atau repro, ya?

Mebel Lokal Tetap Eksis
Kiat produsen mebel meraup pasar lokal dan ekspor 

Sri Sayekti, Anang Purwa Satyana, Melanie (Yogyakarta)

Penjualan mebel terus mengalami peningkatan. Yang laris tetap saja mebel bercorak etnik. Tapi, karena kendalanya kian banyak, para pengusaha harus mempertajam kiat pemasarannya.

MEBEL alias furnitur barangkali satu komoditas yang paling sering dijual lewat pameran. Iklannya juga gede-gedean. Bahkan, selain berpameran di gedung-gedung khusus pameran seperti JHCC atau Jakarta Fair, produsennya kerap pula menggelar pameran di mal ataupun ruang pamer mereka sendiri. Maklumlah, persaingan antarprodusen mebel sudah semakin ketat.
Bagi para konsumen yang ingin membeli perabot rumah, tentu senang-senang saja dengan banyaknya pameran itu. Alternatif pilihan bisa beraneka. Biarpun kita bisa menjadi bingung sendiri, saking banyaknya barang yang dilihat. Mau mebel model klasik ukiran Jepara, mebel trendi yang simpel, ataupun yang mewah, semuanya tersedia. Tinggal kita sendiri yang mencocokan dengan ukuran ruangan, gaya interior, dan juga tentu saja anggaran keuangan kita.
Sekadar contoh, coba tengok gerai furnitur di berbagai mal. Di situ tidak jarang si produsen memajang perabot rumah tangga untuk satu ruangan lengkap dengan pernak-perniknya. Misalnya, gerai Vinoti Living menjajakan satu set meja makan beserta peralatan makannya sekalian. Uniknya, piring, gelas, sendok-garpu, serbet, lilin, sampai sumpit itu bukan pajangan semata, melainkan dijual pula. ”Aksesori itu lebih sebagai umpan,” ujar Gilang Utoyo, Staf Pemasaran Vinoti Living. 
Umpan-umpan ini ternyata bisa memikat konsumen. ”Ada juga yang membeli piringnya dulu, baru kembali lagi beli mejanya,” kata Gilang. Produk Vinoti Living yang paling laris adalah tempat tidur yang dipasarkan dengan harga Rp 3,9 juta sampai Rp 15 juta lengkap dengan wardrobe atawa almari baju. 
Karena ketatnya persaingan, para produsen mebel tak henti-hentinya memikirkan pengembangan pasar mereka. Pasar lokal, walaupun belum lepas dari belitan krisis, memang masih lumayan. Malah, dalam pengamatan Halistya Pramana, Managing Director PT Vinotindo Graharasarana, permintaan mebel sempat naik di awal tahun. Sayangnya, sejak Maret lalu kembali turun. ”Mungkin karena keadaan politik tidak menentu, orang mengerem pembelian furnitur,” begitu dugaannya.

Kombinasi etnik menjadi unggulan ekspor

Di samping pasar lokal, tentu saja pasar ekspor masih terbuka luas. Menurut data Asosiasi Permebelan Indonesia (Asmindo), tahun lalu ada peningkatan ekspor sebesar 34%, yakni dari US$ 1,147 miliar menjadi US$ 1,172 miliar. Salah satu produsen mebel yang menikmati mengkilapnya dolar adalah Joglo Antik. Pemain mebel yang mempunyai bengkel di Yogyakarta ini setiap bulannya bisa mengekspor sebanyak 3-4 kontainer ke Amerika Serikat, Prancis, dan Portugal. Tiap kontainer minimal bernilai US$ 8.000. 
Jenis mebel yang dibikin Joglo Antik adalah indoor furniture, seperti kursi, meja, rak buku, penyekat ruangan. Harganya bervariasi. Ada kursi seharga US$ 40, meja tulis US$ 200, sampai almari besar yang dijual US$ 1.000. Menurut pengamatan Sholahudin, Ketua Asosiasi Pengusaha Antik Indonesia, ada pergeseran permintaan ekspor untuk mebel antik. Dulu, yang laku adalah almari, baik yang benar-benar antik maupun hasil reproduksi barang antik. Kini, mebel antik yang tren adalah rak buku dan kursi untuk keperluan perpustakaan pribadi.
Perabot luar ruang pun sebetulnya laku. Contohnya, Jati Estetika Furniture malah bisa mengirim garden furniture dari jati setiap bulannya ke mancanegara. ”Yang lagi digemari di luar negeri itu garden furniture dari kayu jati, karena sangat cocok ditaruh di luar rumah,” ucap Hariyanto, Manajer Pemasaran Jati Estetika Furniture. Adapun mebel ukiran maupun motif etnik lainnya, yang lazimnya untuk dalam ruang, cuma diekspor bila ada pesanan. 
Namun, menembus pasar ekspor juga bukan perkara gampang. Lihat saja pengalaman Vinoti, yang sejak 1984 dikenal dengan produk mebel perkantoran. Mulai dua tahun lalu, Vinoti harus membanting setir ke mebel rumahan. ”Malaysia dan Cina sudah lebih unggul dalam ekspor mebel perkantoran,” kata Halistya.
Sekarang, Vinoti lebih fokus pada mebel rumahan yang bercorak etnik. ”Memang, kombinasi etnik itulah keunggulan Indonesia yang bisa dijual,” katanya. Di samping berganti fokus, Vinoti juga menambah jalur distribusinya. Pertama, membuka perwakilan di San Fransisco, sehingga setiap tahun bisa mengikuti empat kali pameran yang digelar San Fransisco Gift Fair. Kedua, membuka toko di Singapura. Hasilnya, ekspor mebel Vinoti bisa meningkat 50% ketimbang tahun lalu. ”Peningkatan ekpor ini bukan karena permintaan pasarnya meningkat, melainkan juga karena kami menambah jalur distribusi,” ujarnya. 
Ekspor mebel ini memang kian banyak kendalanya. Pertama, eksportir tidak bisa lagi memakai sistem konsinyasi dan berpameran di luar negeri. ”Ongkosnya mahal,” jelas Hariyanto, yang biasa mengekspor mebel ke Spanyol, Inggris, dan Jerman. Karena itu, eksportir hanya mengirim barang berdasarkan pesanan. Promosinya pun cuma lewat brosur. ”Akibatnya, kita sulit mencari customer baru,” keluhnya. Celakanya, kini para buyer atau pembeli luar negeri banyak yang langsung membeli sendiri ke Kudus dan Jepara. 
Kedua, bahan baku kayu kian sulit diperoleh dan harganya pun makin mahal. Grup Vinoti, misalnya, harus membayar Rp 3 juta per meter kubik kayu asal Kalimantan dan Sulawesi. ”Sudah harganya merambat naik terus, kayu yang bagus juga makin langka,” keluh Halistya. 
Ketiga, banyak pembeli yang berpaling dari Indonesia ke Vietnam, terutama untuk mebel dari rotan. ”Karena harganya lebih murah,” katanya. 
Kendala berikutnya: adanya kesadaran kelestarian lingkungan yang makin tinggi. Ini membuat eksportir perlu menetapkan orientasi pasar secara tepat. Maklum, biaya sertifikafikasi ekolabel ini tidak murah: US$ 5.000. Eropa, sebagai pasar kedua terbesar ekspor mebel kita, dikenal sangat ketat dalam persyaratan ekolabel. Karena itu, kini orientasi ekspor mebel diarahkan ke negara-negara yang tidak begitu ketat soal ekolabel, seperti Amerika dan Timur Tengah.

Gonta-ganti Kain Sofa 
Memilih dandanan mebel: antik atau kontemporer 

Djumyati Partawidjaja, Sri Sayekti, Sianne Komara

Ada orang yang tidak peduli dengan tempat duduknya. Tapi, apa salahnya kalau punya sofa yang bergaya dan enak diduduki. Biayanya bisa kecil, tapi bisa juga sangat besar; tergantung keinginan Anda mendandani ruang duduk Anda.

JANGAN sepelekan unsur pendukung perabot rumah Anda. Sebab, memilih pernak-pernik supaya perabotan rumah tangga bisa pas jelas membutuhkan keahlian sendiri. Seperti dandanan di wajah, dandanan pada perabotan rumah tangga juga sedikit banyak mencerminkan karakter Anda. 
Contoh gampangnya adalah pilihan warna. Untuk ruang tamu, salah satu faktor yang bisa dimainkan adalah kain pelapis sofa dan gorden. Tapi, sebelum Anda memutuskan apa pun, Vivi Nirmala, Visual Merchandiser dari Floral Home, menyarankan untuk melihat dulu jenis style yang diinginkan. Dari pengamatan Vivi, orang cenderung memilih satu dari dua pilihan warna. Ada yang senang dengan warna netral dan ada pula yang senang dengan warna-warna berani. 
Secara umum, empat jenis style dikenal para pengusaha furnitur. Menurut Samuel Stepanus, Marketing Manager PT Ateja Tritunggal Corporation, ada gaya Italia yang memadukan warna emas atau perak dengan oranye untuk bisa mendapatkan kesan mewah pada mebel jenis semiklasik. Ada juga gaya Eropa —Jerman, Belgia, Inggris— yang banyak memakai warna natural lembut semacam peach dan coklat muda untuk mebel semikontemporer. Selain itu, masih ada gaya Amerika yang banyak memadukan warna navy blue, burgundy, dan coklat tua untuk mebel semiklasik. Terakhir adalah gaya Asia yang lebih banyak mengambil dari Timur Tengah, dengan paduan hijau dan kuning untuk mebel bergaya klasik.
Dari sinilah biasanya desain berikutnya bisa ditentukan, seperti jenis kain dan bentuk motifnya. Bisa saja Anda mengambil pilihan warna polos. Kalau menghendaki yang bermotif, jangan khawatir bakal kehabisan pilihan. Produsen kain lokal semacam Ateja satu tahun bisa mengeluarkan 200-300 desain baru. Selain itu, kalau kita mempunyai desain sendiri, asalkan mau membeli minimal 500 meter, Ateja mau membuatkannya. 
Tapi, memilih yang impor pun sah-sah saja. Beberapa pengusaha mebel faktanya masih lebih senang mengambil kain impor ketimbang produk dalam negeri. Maklum, selain pilihan warna yang lebih beragam, kelembutan tekstur dan konsistensi warna kainnya dianggap lebih unggul.
Toh, kain impor itu punya beberapa kelemahan. Pertama, harganya jelas lebih mahal. Kalau kain lokal Ateja hanya seharga Rp 20.000 – Rp 70.000 per meter, kain lokal Vania Rp 50.000 – Rp 75.000 per meter, kain impor satu meternya bisa mencapai harga Rp 80.000 – Rp 200.000. Lalu, kita juga harus hati-hati berhitung. Soalnya, kain impor mempunyai lebar yang berbeda. Bila kain lokal kebanyakan lebarnya 140 cm, kain impor ada yang 90 cm, meski ada juga yang 110 cm dan 150 cm.
Berikutnya, bicara jenis kain, saat ini ada puluhan jenis kain yang beredar. Tapi, menurut Presiden Direktur Ateja Subianto Tjandra, jenis yang sedang ngetren saat ini adalah Chenile dan Gobelin. Chenile adalah kain yang memakai benang-benang berbulu, jadi terkesan seperti beludru. Warnanya kebanyakan natural seperti coklat, krem, dan kuning. Sementara itu, Gobelin memiliki desain kontras yang cocok untuk jenis mebel antik.
Inilah tip untuk mengganti kain sofa
Nah, kalau Anda memang benar-benar berniat mengganti kain sofa, sekarang saatnya mulai berhitung anggaran. Menurut Temmy Latif, Marketing Giovanni, perusahaan yang menjual kain lokal Vania, satu set sofa komplet membutuhkan kain sepanjang 30 meter. Artinya, Anda harus siap mengeluarkan uang Rp 300.000 untuk membeli kain Rp 10.000 per meter. Atau, bisa sampai Rp 6 juta untuk kain yang Rp 200.000 per meter. 
Belum lagi untuk biaya pemasangan. Ongkos tukang yang jago, menurut Temmy, bisa Rp 450.000 – Rp 750.000 per dudukan. Artinya, kalau sofa Anda mempunyai enam dudukan, sediakan saja dana Rp 2,7 juta – Rp 4,5 juta untuk membayar tukang. Totalnya, satu set sofa dengan kain kelas menengah seharga Rp 70.000 dan biaya pembuatan tukang yang bagus bisa menghabiskan dana Rp 4,8 juta – Rp 6,6 juta. 
Namun, jangan putus asa melihat harga setinggi itu. Sebab, ada juga yang murah meriah. ”Ada satu set sofa seharga Rp 2 juta sudah termasuk kain,” kata Temmy. Cuma, tentu saja kelasnya lain, dan isi sofanya juga beda.
Sebetulnya, kalau tahu caranya, kita tidak perlu sering mengganti kain sofa. Sebab, bila dipasang dengan benar, biasanya kain pelapis itu cukup tahan bertahun-tahun. Menurut Temmy, tiap produk Ateja dan Vania mencantumkan kekuatan warnanya dari pancaran sinar matahari. Lalu, ada juga kekuatan abrasinya. ”Tiap orang duduk kan suka bergesek, misalnya 20.000 gesek-an dengan bobot 800 gram,” ujar Temmy. Lalu, kalau kain sofa Anda kotor, jangan dulu main ganti. Soalnya, kain itu masih bisa kembali seperti semula asal dicuci dengan cara dry clean. 
Nah, sekarang tinggal pilih saja mau gaya apa dan berapa besar dana yang disediakan untuk mendandani sofa Anda.

Biar tidak Dibilang Borju
Mebel impor ramai pembeli

Hendrika Yunapritta, Markus S., Sri Sayekti, Titis N., Yus Santos

Harga mebel impor yang mencapai ratusan juta, dan dijual dengan dolar, bukan halangan untuk konsumen di Indonesia. Supaya si mebel tidak mubazir dan terlihat janggal di antara barang lain, penjual mebel impor juga menyediakan konsultan interior. 

BANYAK yang diekspor, banyak pula impornya. Keseimbangan begini tampaknya cuma bisa dialami bisnis mebel. Jika masyarakat di negara barat suka mebel etnik dan antik asal Indonesia, sebaliknya ada kalangan di tanah air yang fanatik dengan mebel impor. Padahal, terus terang saja, melihat ukurannya yang besar-besar, adakalanya mebel impor kurang cocok dipakai kaum pribumi yang berbadan sedang. Tapi, yang namanya selera, gengsi, ataupun import-minded, tetap lebih menang. Akhirnya, mebel impor terus didatangkan lantaran punya pasar di Indonesia.
Tentu saja, bagi konsumen kelas ini tidak ada kata krismon. Kendati harga mebel impor naik berkali lipat, tetap saja angka penjualannya tinggi. Konon, ada sekitar 10% dari 10 juta penduduk Jakarta yang menyukai dan mampu belanja mebel impor. Di luar Jakarta, yang gemar mebel impor adalah orang-orang kaya di Surabaya. Ketika baru-baru ini digelar pameran mebel impor di Hotel Westin, pada hari pertama bisa terjual sebanyak Rp 1 miliar. ”Kita tidak keberatanlah membeli produk asing ini,” ucap Retno, yang habis membeli sofa seharga Rp 9 juta.
Boleh jadi volume pasar mebel impor ini tidak besar. Tapi, omzetnya bisa sangat besar lantaran biasanya peminat mebel impor ini fanatik dengan merek. Selain itu, di samping pembeli yang cuma beli satuan (per item buying), banyak juga yang memborong perabot komplet untuk satu ruangan (interior buying). Bahkan, bisa sekaligus dengan aksesori padanannya segala, seperti lukisan atau lampu. Tak heran jika omzet pengusaha mebel impor bisa mencapai Rp 20 miliar hingga Rp 30 miliar per tahun. 
Mebel-mebel impor itu kebanyakan didatangkan dari Amerika atau Eropa. Bedanya terletak pada finishing. Mebel van Eropa terasa halus ketika disentuh, dan mengkilap. Warnanya tampak anggun, glamor, dan menawan. Mebel Amerika lebih cozy atau mengutamakan kenyamanan, lebih fungsional, dan biasanya menonjolkan serat kayu. 
Salah satu perusahaan yang getol mendatangkan mebel impor adalah Da Vinci Collection. Menurut Ardi Joanda, Marketing Manager Da Vinci Collection, perusahaannya telah mengimpor mebel dari Amerika dan Eropa sejak 1995. Hingga kini, tak kurang dari 450 merek didatangkan Da Vinci. Semuanya berupa ready stock dan tak perlu dirakit lagi. ”Tinggal buka kardusnya saja,” kata Ardi. 
Eksklusivitas bukan ditentukan harga
Mebel impor, menurut Ardi, sebenarnya bukan dibeli untuk sekadar gengsi atau mau bergaya borju. ”Ini merupakan investasi jangka panjang,” ujarnya. Boleh dibilang, mebel berharga di atas rata-rata itu umumnya berumur panjang. 
Nah, supaya tidak kelihatan norak ketika dipajang, Da Vinci juga menyediakan konsultan interior gratis bagi konsumennya. Bahkan, konsultasi itu bukan cuma untuk memadukan bed di ruang tidur, misalnya, melainkan juga menentukan warna dinding. Khusus untuk sofa Natuzzi, Da Vinci juga menyediakan pembersihan sofa gratis dua kali setahun, selama 10 tahun. Sayang, mebel yang mahal itu terasa ”maksa” atau njomplang dengan perabot lain. 
Dan, kalau berniat membeli mebel impor, memang sebaiknya yang eksklusif. ”Eksklusivitas mebel impor tidaklah ditentukan dari harga,” kata Ardi, ”Tapi, ditentukan oleh jumlah produksi.” Misalnya, seperangkat kursi kulit Natuzzi yang harganya Rp 21,5 juta, seperangkat meja makan Jetto dari Amerika seharga Rp 112 juta, dan bufet ala Istana Versailles yang harganya Rp 400 juta, itu semua tidak dibuat secara massal. Pabrik sofa dan bufet tadi, menurut Ardi, hanya membikin dua biji tipe yang sama dalam setahun. 
Contoh importir mebel lainnya adalah Berlian Pratama. Berbeda dengan Da Vinci yang konsepnya lebih pada supermarket mebel impor, Berlian hanya mengkhususkan diri pada beberapa jenis saja. Yakni, wardrobe alias almari pakaian supergede, kitchen set, dan aksesori rumah. Distributor mebel Groupo Berloni dari Italia ini menjual semua produknya dengan nilai dolar. Setahun belakangan ini mereka membuka pabrik perakitan di Surabaya. ”Bisa lebih murah 70%,” ungkap Nancy Lianita, Marketing & Designer Berlian Pratama. 
Wardrobe menjadi spesialisasi Berlian. Harga lemari raksasa ini US$ 350-450 per meter per segi. Satu unit yang sudah jadi, panjangnya bisa mencapai 6,4 meter, harganya US$ 6.000. ”Itu tergantung aksesorinya. Ada juga yang US$ 5.000,” jelas Nancy. Mungkin karena tidak ada saingan dari importir lain, dalam sebulan Berlian bisa menjual sekitar 10 lemari. 
Pembelinya pun tak melulu ekspatriat. Ada pula yang orang Indonesia. Uniknya, konsumen yang berminat membeli produk dari Groupo Berloni ini bisa membawa ukuran ruang, ukuran mebel, serta jenis mebel yang diingini. Pihak Groupo Berloni akan membuatkan desain interiornya. ”Ada design fee US$ 100,” ujar Nancy. Uang ini dianggap sebagai uang muka.           o

Pesan Mebel di Tukang Modern

Makin hari, orang lebih memilih rumah yang mungil dengan lahan kecil. Pertimbangannya bukan saja alasan ekonomi, melainkan juga karena aktivitas di luar rumah yang lebih banyak plus jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit. Nah, buat rumah mungil begini, model-model mebel impor yang besar atau mebel komplet tentu kurang cocok. Salah-salah, malah disangka gudang saking penuh sesaknya barang di ruangan yang kecil.
Tapi, siapa bilang rumah mungil tak bisa tampil cantik atau anggun dengan pilihan mebel klasik atau etnik? Itu bisa dilakukan dengan cara memperkecil ukuran mebel. Pabrik mebel memang hanya mengeluarkan satu ukuran standar. Namun, kita bisa pergi ke beberapa pengusaha yang mengkhususkan diri untuk membuat mebel sesuai dengan pesanan atau tailormade. Bukan cuma ukurannya yang bisa disesuaikan dengan luas ruangan, tapi model dan padanannya pun bisa dipesan.
Tengok saja di Rumah Kampung. Di sana kita bisa memberikan gambar mebel desain sendiri. Atau, cukup ungkapkan ingin model yang bagaimana. ”Bisa kami yang buatkan, bisa pula mereka bawa sendiri,” ujar Ery Pribadi dari Rumah Kampung. Alhasil, berbagai padanan boleh-boleh saja dilakukan. Misalnya, yang sedang tren sekarang adalah paduan antik dan modern. Untuk kamar tamu, sofa diberi kaki kayu jati plus meja kayu antik yang sisi atasnya diganti kaca. Bahkan, model kursi atau sofanya bisa dibikin tidak seragam. ”Harganya minimal Rp 4 juta,” jelas Ery lagi. 
Peminat tailormade ini lumayan banyak. Setiap bulan, menurut Ery, sekitar 27-30 orang datang minta dibuatkan mebel sesuai dengan keinginan mereka. Waktu penyelesaiannya sekitar dua minggu hingga sebulan. ”Kalau mebel kayu, biasanya pelanggan memberi waktu lebih lama,” kata Ery. Rumah Kampung sepenuhnya mengandalkan pesanan, jadi tidak ada stok barang di showroom-nya.

Rentetan Diskon ala BCA Card
BAGI pemegang BCA Card, banyak alternatif tawaran untuk mengisi liburan. Ada diskon 20% untuk Anda yang menyukai tantangan di Patriot Paintball Sport. Lalu, Water Boom Cikarang memberikan selembar tiket gratis untuk setiap pembelian minimal 5 tiket, juga harga spesial dari Bali Bungy. Untuk Anda yang ingin menikmati hidangan istimewa, ada diskon 15% di Sunda Kelapa Restoran Taman Impian Jaya Ancol, diskon 10% di Round Table Pizza, serta sebuah mug cantik dari Restoran Happy Day, plus potongan 15% lagi dari Amigos Food Drinks & Fun, serta 10% diskon dari Kirishima restoran Jepang dan Restoran Sintawang. 
Sementara itu, buat buah hati Anda ada diskon 10% dari Winneta, alat tulis eksklusif dari Toys r Us, 20% diskon setiap pembelian CD Play Station, CD-rom, MP3, dan poster dari Game Center. Kalau ingin beli baju, ada diskon 10% dari Lavie Baby House dan Vinolia Baby & Kids. Ada pula diskon 10% ditambah hadiah menarik untuk pembelian minimum Rp 200.000 dari Cisangkuy Factory Outlet. 
Ada juga penawaran dari dunia pendidikan. Diskon 10% untuk biaya kursus di EEC, diskon 20% dari biaya kursus di Computertots, dan suvenir menarik berupa sepatu tumble tots dari Tumble Tots. Semua penawaran menarik ini dapat diperoleh hingga Juli 2001.

Program Tengah Tahun Sogo
SOGO memberikan banyak hadiah menarik serta diskon sampai 50% dalam program Mid Year Sale. Ada traveling bag plus lotion dari Calvin Klein untuk pembelian salah satu koleksi kosmetiknya. Ada payung cantik dan travel set dari kosmetik Kanebo. Untuk diskonnya, aksesori wanita produk Giovani, tas tangan Hana, memberikan diskon sampai 40%. Lalu, produk pakaian dari Theme Blouse, Calour Box, Benetton, Gianni D’Marco, serta pakaian anak-anak memberikan diskon sampai 50%. Tidak ketinggalan pula perlengkapan rumah tangga dan pernak-perniknya yang didiskon sampai 50%. Jangan sampai lewat, soalnya semua penawaran ini hanya berlangsung hingga 10 Juni 2001.          

Aneka Pameran di Mal Ciputra
MENYAMBUT liburan sekolah, Mal Ciputra dan BCA mempersembahkan program promosi menarik dari 14 Juni hingga 29 Juli 2001. Pengunjung akan mendapatkan kejutan menarik dari Batman, Robin, Batgirl, Cat Woman, Tweety, Tazmanian Devil, Bugs Bunny, dan Marvin The Martian. Ada pula hadiah-hadiah menarik yang akan dibagi-bagikan kepada setiap pengunjung yang berbelanja di Mal Ciputra; mulai dari uang tunai, elektronik, ponsel, sampai mobil. Jangan lewatkan juga pameran peralatan olah raga dan kesehatan yang berlangsung hingga 3 Juni 2001 dari Saga Fitness, pameran pesta nikah dari Eva Bun, pameran Marlboro Adventure Team hingga 10 juni 2001, pameran aneka tas tanggal 4-10 Juni 2001, serta pameran alat-alat kesehatan dari Advance tanggal 18 Juni-1 Juli 2001.

Amex Melunasi Tagihan Kartu
BILA Anda pemegang kartu kredit apa pun, kirimkan saja tagihan terakhir untuk mengikuti undian dari American Express. Bagi para pemenangnya, Amex akan membayar lunas tagihan kartu kredit Anda hingga Rp 5.000.000. Program menarik ini hanya berlaku bagi Anda sebagai pemegang kartu utama, dan bertempat tinggal di Jabotabek. Undian pemenangnya akan berlangsung hingga 30 Juni 2001, dan setiap peserta undian hanya diizinkan mengikuti satu kali.

Harga lebih Murah di Depo
INGIN belanja kebutuhan bahan bangunan dengan harga yang menarik? Coba datangi Depo Bangunan. Cat tembok dapat dibawa pulang dengan harga dari Rp 18.190-Rp 33.070 per liter, Rp 30.500-Rp 34.700 per liter untuk cat kayu dan besi, Rp 76.600 per liter untuk cat genteng, serta aneka merek dan jenis cat lain mulai harga Rp 2.884. 
Selain itu, pintu supervinyl bisa diperoleh dengan harga Rp 178.200-285.000, aneka produk kuningan dengan harga mulai Rp 9.450 sampai Rp 630.000, aneka kunci dari harga Rp 4.590 sampai Rp 162.000. Dan, masih banyak lagi aneka barang dengan harga menarik yang bisa Anda dapatkan hingga 17 Juni 2001.

Harga Minyak

A. Margana

Keputusan Pertamina untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bagi rumah tang-ga, usaha kecil, transportasi darat dan air, serta PLN, yang ber-laku per 1 Juni ini untuk se-mentara cukup melegakan masyarakat. Sebab, menurut pengumuman Pertamina, BBM se-perti premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar hanya dinaikkan 50% dari harga pasar. Ini khusus untuk sektor industri dan kegiatan usaha lain, seperti bungker kapal ikan, peng-ambilan BBM yang menggunakan tanker dan tongkang kapal ikan. Untuk kegiatan per-tambangan umum (kontrak karya), kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi (kontrak bagi hasil), kapal berbendera asing, dan bungker kapal tujuan luar negeri harganya dite-tapkan 100% dari harga pasar yang berlaku.
Perlu diketahui, harga pasar BBM yang baru adalah Rp 2.180 untuk premium, minyak tanah Rp 2.550, minyak solar 2.570, minyak diesel (MDF) Rp 2.500 dan minyak bakar (MFO) Rp 1.890 per liter. Harga subsidi untuk masyarakat kebanyakan premium ditetapkan Rp 1.150, minyak tanah Rp 350, minyak solar Rp 600, minyak diesel Rp 550, dan minyak bakar Rp 400. 
Masih hangat di benak kita: sistem pembedaan harga yang berlaku sejak 1 April lalu itu telah mengundang banyak reaksi publik. Sebab, dengan pembedaan harga antara kalangan in-dustri dan rakyat terjadi banyak penyimpangan penyaluran BBM. Tanpa pengawasan dan sistem pendistribusian yang memadai, pelaksanaan pengurangan subsidi untuk sejumlah sektor baru itu bisa menimbulkan masalah rumit. Jangan sampai subsidi untuk rakyat justru dipetik untungnya oleh para penyelundup dan penyalur yang mengekspornya ke pasar internasional —seperti yang terjadi selama ini. 
Kita mahfum bahwa pemerintah secara bertahap akan meng-hapus subsidi BBM. Selain ada kesulitan anggaran, tam-paknya pemerintah sudah bulat tekadnya untuk menghapus seluruh subsidi BBM tahun ini. Namun, hendaknya niat ini dipertimbangkan masak-masak agar penghapusannya dapat dilakukan di saat yang tepat. Sebab, sekarang ini beban hidup rakyat sungguh berat.

Tertarik  dengan Ubi Jalar

SAYA sangat tertarik dengan artikel di rubrik Agribisnis tentang ubi jalar pada Mingguan KONTAN No. 35/V, tanggal 28 Mei 2001. Saya ingin bertanya, dan mungkin Redaksi bisa membantu. Bagaimana cara memperoleh informasi tentang kemungkinan ekspor ubi jalar tersebut? Selain itu, saya juga ingin menanyakan, di mana saya bisa mendapatkan informasi tentang peluang ekspor yang dapat dilakukan Indonesia? Bisakah saya men-dapatkan alamat Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) yang harus saya hubungi? Mohon informasi dari Redaksi.

Titi C.
Jakarta

Informasi lebih lengkap mengenai ubi jalar bisa langsung Anda tanyakan kepada Profesor Unus Suriawiria di Institut Teknologi Bandung. Sedangkan alamat Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) adalah Jalan Gajah Mada no. 8 Jakarta 10130, Telp. 021-6334602


Sido Muncul dan Jamur Abadi

SAYA sangat antusias setelah membaca artikel mengenai jamur ling zhi yang dimuat di KONTAN No. 31/V, tanggal 30 April 2001, karena angka-angka yang sangat menjanjikan terutama dalam kondisi ekonomi saat ini. Namun, setelah saya mencoba menghubungi Jamu Sidomuncul, Sdr. Bambang Supartoko (Pimpinan Divisi Jamur) sedang tidak di tempat dan diterima oleh stafnya Sdri. Femmy. Dari perbincangan dengan Sdri. Femmy, informasinya adalah sebagai berikut:
l Sejak awal, Sido Muncul, hanya memasarkan media jamur abadi termasuk bibitnya, bahkan menyatakan ada kesalahan dalam berita di media;
l Harga per media telah meningkat menjadi Rp 2.000 per unit tanpa ada diskon walau untuk jumlah besar;
l Sido Muncul tidak berkenan memberikan informasi tentang penyiapan lahan maupun memberikan kesempatan meninjau lahan jamurnya;
l Petunjuk hanya diberikan setelah media dibeli oleh calon petani atau investor. Mereka juga tidak dapat memberikan informasi tentang jalur pemasaran alternatif yang bisa ditempuh calon petani atau investor.
Sebagai calon investor, yang paling dibutuhkan tentunya adalah jalur pemasaran dan kepastian harga untuk jangka waktu tertentu, di samping sistem operasinya. Dalam hal ini saya jadi teringat akan kasus usaha cacing yang pernah sangat memikat sekitar tahun 1998-1999. Usaha itu akhirnya mengambil korban petani dan investor cilik, sedangkan bibit dan pakannya telah laris manis.
Alangkah baiknya, harapan banyak orang seperti kami, Sidomuncul dengan kebesaran nama dan posisinya berkenan dapat memecahkan masalah pemasaran jamur tersebut sehingga tidak terkesan hanya melempar ide tapi juga mendukung pelaksana ide tersebut. Atau, KONTAN bisa mencarikan informasi jalur pemasaran yang kredibel tentang jamur abadi ini?

August J. Hutabarat
Jl. Taman Seroja Timur II no. 5
Semarang


Alamat Sido Muncul

SEHUBUNGAN dengan pemuatan artikel perihal budi daya jamur ling zhi, di Mingguan KONTAN No. 31/V tanggal 30 April 2001, kami menerima begitu banyak peminat mengenai kegiatan budi daya jamur tersebut. Kami telah memberikan penjelasan agar mereka dapat berhubungan langsung dengan kepala penelitian kami, Bapak Bambang Supartoko, di pabrik PT Sido Muncul sebagaimana yang telah dijelaskan oleh redaksi di rubrik Surat KONTAN No. 34/V, tanggal 21 Mei 2001. Namun, alamat yang diberikan dalam penjelasan Redaksi adalah alamat lama pabrik kami. Budi daya jamur ling zhi ada di pabrik kami yang baru dengan alamat Jalan Soekarno Hatta Km 28, Klepu, Semarang. Telepon 0298-523515, Fax. 0298-523509. Atas perhatian dan kerja samanya, kami mengucapkan terima kasih.

Sri Wahyuni,
PR Department PT Sido Muncul
Jl.Cipete Raya No 81
Jakarta 12410


Setia Mengakali Anda

SAYA adalah pelanggan Telkom, nomor telepon 485-554. Bersama ini saya ingin menyampaikan keluhan tentang pelayanan PT Telkom Tbk. Pada 23 April 2001 pesawat telepon di rumah kami tidak berdering sama sekali. Setelah dicek, ternyata mati total. Besoknya kerusakan kami laporkan lewat telepon 117, dan tanggal 25 April 2001 datanglah petugas telepon sekitar pukul 11.00 WIB dengan memakai seragam dan kendaraan Telkom.
Setelah melakukan pengecekan, ternyata tidak terdapat kerusakan jalur eksternal di luar rumah kami. Yang rusak adalah jalur internal, yaitu sambungan kabel telepon di atas ventilasi pintu rumah sampai ke pesawat telepon bagian dalam.
Masalah di sini adalah alasan dan cara penanganan petugas Telkom yang menurut saya tidak lumrah. Dikatakan olehnya bahwa kerusakan internal menjadi tanggung jawab konsumen. ”Untuk kerusakan internal, silakan Bapak menghubungi nomor telepon ini,” katanya sembari menyodorkan brosur Koperasi Pegawai Telkom (Kopegtel) Lampung tentang pemasangan Instalasi Kabel Rumah (IKR) yang total biayanya mencapai Rp 88.500,00 (fotokopi brosur terlampir).
Kemudian petugas Telkom itu pergi begitu saja tanpa memeriksa apa yang menjadi sebab kerusakan telepon. Dengan penasaran, kami mempelajari brosur tersebut dan bertanya-tanya apakah alat ini merupakan hasil karya cipta ahli-ahli di PT Telkom Tbk yang profesional, tapi fungsinya sama dengan kabel telepon yang harganya Rp 7500 per meter. Hari itu juga kami membeli kabel telepon sendiri sepanjang lima meter untuk mengganti kabel lama. Alhamdulilah, telepon dapat berfungsi lagi dengan baik. Asal tahu saja, perbaikan ini dilakukan oleh adik saya yang belum lulus SMP.
Atas kejadian itu, saya punya pertanyaan kepada PT Telkom Tbk. Apakah fungsi IKR sesungguhnya? Apakah benar IKR ini merupakan kewajiban konsumen sesuai peraturan baru Telkom? Jika memang aturannya begitu, saya mengusulkan agar moto Telkom Setia Melayani Anda diganti saja dengan Setia Mengakali Anda. 

Dicky Zulkarnain
Jl. Drs. Warsito Gg. Tanggamus No 17
Teluk Betung
Bandar Lampung


Mencari Racun Lebah

SAYA tertarik ketika membaca Mingguan KONTAN no. 35/V, tanggal 28 Mei 2001, halaman 15, yakni rubrik Usaha berjudul Madu dan Racun yang Laris Manis. Selama ini orang beternak lebah hanya untuk mendapatkan madunya. Akibatnya, pasar pun kebanjiran madu. Meski demikian, madu tetap diburu orang, malah sampai ada versi palsunya segala. Bagi peternak lebah, kondisi begini tentu sangat tidak menguntungkan. Harga madu lebah kian anjlok dan peternak pun rugi. 
Sebagai orang awam saya baru mengetahui lewat tulisan tersebut bahwa dari beternak lebah pun bisa diperoleh macam-macam hasil. Tak hanya madu, tapi juga racun, lilin, bi polen, dan sebagainya. Yang paling menggiurkan adalah racun lebah yang bisa diekspor ke Jepang, dan harganya mencapai Rp 65 juta. Nah, saya ingin tahu lebih banyak mengenai prospek usaha perlebahan ini. Bisakah redaksi KONTAN memberikan alamat Asosiasi Perlebahan Indonesia untuk saya hubungi? Bila saya tertarik untuk beternak lebah, di manakah saya bisa memperoleh bibitnya? Bagaimana dengan pasarnya? Terima kasih atas bantuan redaksi.

Bambang Hartoto
Pengok PJKA
Yogyakarta

Asosiasi Perlebahan Indonesia (API) bisa Anda hubungi melalui ketuanya, Wawan Darmawan. Alamat API adalah Kompleks Wiladatika Cibubur Jakarta, telp. 021-8445104, 9225578. Asosiasi tersebut juga menyediakan konsultasi perlebahan dan kursus beternak lebah.