Benjamin
Franklin Made in Cipacing
Negara tak aman, bisnis senapan angin naik daun
Bagus Marsudi, Djumyati P., Pulung Ciptoaji (Surabaya)
Biasa dipakai berburu, senapan angin bisa juga untuk berjaga kalau-kalau ada kekisruhan. Lantaran bahan yang mudah didapat, usaha senapan angin bisa jadi pilihan menarik.
Benjamin Franklin tak pernah ke
Bandung, tapi nama itu tak asing bagi warga Cipacing. Di pinggiran Jalan
Cileunyi, 25 km sebelah timur Bandung, mereka biasa menyebut dan menawarkan nama
itu. Memang, sih, tak selalu versi tulisannya persis seperti itu. Kadang
Benyamin atau Frankline. Bagaimanapun penulisannya, Benjamin boleh dibilang nama
pasaran di sana.
Tak percaya? Tengok sendiri. Jauh-jauh orang dari Jakarta, Semarang, atau
Surabaya bahkan luar Jawa datang ke Cipacing cuma untuk mencari Benjamin.
Puluhan kios memajang berbagai model Benjamin di antara nama BSA, Meteor, Canon,
Sharp, Bowa, dst. Tinggal pilih, mau Benjamin mahal atau murah. Kalau oke,
selepas transaksi, Benjamin bisa dibawa pulang.
Senapan angin merek Benjamin dibikin oleh lebih dari 400 perajin Cipacing.
”Memang tak sebagus yang asli. Kalau yang asli harganya Rp 4 juta, saya cuma
jual Rp 150.000,” ujar Maman Abdul Rohman, salah seorang perajin. Sejak 30
tahun lampau senapan angin buatan Cipacing sudah dikenal kualitasnya.
Membuat senapan angin ternyata tak sesulit yang dibayangkan. Bahan bakunya cuma
pipa besi, potongan besi untuk pelatuk dan kantong peluru, serta kayu Mahoni
untuk popor. Peralatannya pun cukup mesin pemotong besi, kikir dan pahat, alat
pengecat, serta mesin bubut.
”Besi bekas pun boleh. Entah itu besi beton, pipa ledeng, atau bekas
ranjang,” ujar Maman. Besi itu dipotong sesuai panjang yang diinginkan, dibor
untuk alur di dalamnya, dikikir, dibubut, lantas dilas. Terakhir, besi diblonir
(dicat hitam). Dengan harga Rp 2.000 per kilogram, tiap senapan dengan panjang
laras sekitar 35 cm butuh 3 kg besi.
Komponen lain dikerjakan sendiri pun tak masalah. Besi dikikir untuk jadi
kantong peluru. Pelatuk bisa dibikin dari ring seher mobil yang dilebur, lantas
dibentuk. Per kokangan senapan juga banyak tersedia. Untuk popor, kalau enggan
membuat sendiri, cukup beli Rp 3.000 per gagang. Asal tahu saja, jangan cari
senapan dengan mimis (kaliber) lebih dari 5,5 mm. Kalaupun ada, pasti mereka
enggan melepas. Pasalnya, untuk jenis senapan angin bikinan Cipacing ini hanya
diizinkan bermimis 4,5 mm.
Jagoan membuat senapan ternyata tak cuma Cipacing. Di Kediri pun terdapat usaha
pembuatan senapan. CV Bima Asta, perusahaan itu, malah sudah mematenkan senapan
angin bikinannya. Sempat terpukul saat krismon, sekarang Bima Asta menggenjot
80% komponennya buatan lokal. Menurut Subiyanto, pengelola pabrik senapan itu,
pihaknya menguji benar baku mutu. ”Sebelum dikemas, tiap pucuk harus dicoba
oleh pakar senjata,” ujarnya.
Untung besar sebanding dengan repotnya
Dengan bahan-bahan yang sederhana itu Maman menghitung biaya produksi satu
senapan angin biasa sekitar Rp 40.000. Itu sudah termasuk ongkos kerja Rp 20.000
per senapan dan jatah uang makan Rp 5.000. Dengan biaya segitu, senapan angin
dilego dengan harga mulai Rp 50.000 hingga Rp 300.000, tergantung panjang laras
dan aksesorinya. Kalau sebulan seorang bisa membikin 20-30 senapan, dengan 20
karyawan sekarang ini bengkel Maman mampu membikin 600 pucuk senapan sebulan.
Hitung sendiri untungnya. Paling tidak, omzet Maman mencapai puluhan juta per
bulan.
Lain lagi harga senapan dengan gas. Lantaran memakai gas harga jualnya bisa
mencapai Rp 1,5 juta-Rp 3 juta per pucuk. ”Cara ngerjainnya sama, cuma yang
mahal itu otaknya,” tutur Maman sembari menunjuk jidatnya. Rupanya tak semua
orang bisa membikinnya. Belum lagi bicara kehebatannya. Beda dengan senapan
angin biasa yang cuma menjangkau 50 meter dengan lima kokangan, senapan gas bisa
membidik sasaran sejauh 150 meter sekali kokang dengan 10 peluru beruntun.
Selain membikin, Bima Asta juga menerima servis senapan. Biayanya tak mahal.
Sekali servis paling mahal Rp 100.000. ”Sebenarnya, sih, cuma Rp 5.000. Yang
Rp 95.000 itu otaknya,” celetuknya terus terang. Tak heran, dari hasil
usahanya selama 30 tahun itu, walau harus menghidupi 13 istri dan 20 anak, Maman
masih bisa naik haji, beli mobil, tanah, membiayai dan membangun rumah untuk
anak-anaknya.
Hitung-hitung, usaha senapan boleh juga. Masih penuturan Maman, dengan modal
awal Rp 50 juta, dalam setahun dijamin bisa balik modal. Modal sebesar itu sudah
bisa membuat bengkel senapan, lengkap dengan peralatannya. Makin besar kapasitas
produksinya, makin besar pula untungnya. ”Kalau dihitung, setahun bisa
mencapai Rp 70 juta,” tandasnya. Siapa yang kagak ngiler?
Permintaan pasar senapan angin pun cukup tinggi; Maman mengaku kewalahan
melayani pemesanan. Kendati begitu, dari home industry itu, ribuan senapan angin
bikinan Cipacing sudah tersebar ke mana-mana. Meski punya empat kios di
Cipacing, sebagian besar senapan buatan Maman dijual ke luar Jakarta. Mendirikan
usaha ini pun tak sulit. Syaratnya paling tidak harus ada izin usaha dari
Depindag dan kepolisian
Setiap
Jengkal Adalah Rezeki Bagus Marsudi, Barly H. Noe, Sri Sayekti, Sianne Komara Tak kalah dengan mal-mal, stan di emperan pusat perkulakan ternyata banyak diminati. Harga sewanya boleh tinggi, tapi itu sebanding dengan omzet usahanya. Bebas dari porotan preman lagi. Ada gula ada semut.
Begitu pula yang terjadi jika pada suatu tempat dipadati manusia, pasti
diramaikan oleh pedagang. Lihat saja. Setiap ada demonstrasi, di
belakangnya turut juga konvoi pedagang minuman dan makanan. Bukan ikut
demo, tapi lantaran cerdik melihat peluang pasar. Risiko urusan
belakangan. Mengharap rezeki dari emperan Tini yang membuka stan bakso Malang seluas 4 m2 di Makro, Pasar Rebo,
mengaku membayar sewa Rp 2 juta per bulan. Baginya, itu tak memberatkan.
Sehari, omzet dagangannya mencapai Rp 500.000. ”Itu kalau sepi. Kalau
tanggal muda atau hari libur, minimal dapat Rp 1 juta,” ujarnya
bangga. |
Sekretaris
Bahenol Dunia Maya
E-mail dengan sekretaris virtual
Hendrika Yunapritta, R. Cipto Wahyana
Teknologi virtual menampilkan wajah (image) yang mampu berbicara, mengekspresikan emosi, yang bisa dikirimkan untuk membacakan e-mail. Ibaratnya, kita bisa punya sekretaris bahenol, gratis lagi.
Di dunia maya, selain informasi
berbentuk teks dan gambar dua dimensi ada pula karakter-karakter tiga dimensi
yang bisa dinikmati. Beberapa yang terkenal misalnya si sexy cyberbabe Lara
Croft dan virtual newscaster bernama Ananova. Lara Croft (www.laracroft.co.uk),
tokoh virtual dari game Tomb Raider, adalah sebuah sosok sempurna bak model
terkenal. Ia digambarkan sebagai seorang aristikorat Inggris yang suka
petualangan. Dongeng game-nya dimulai ketika pesawat yang ditumpangi Lara
mengalami kecelakaan, dan dia satu-satunya penumpang yang selamat. Saking
ngetopnya, situs Lara Croft sempat tidak bisa diakses dua tahun lalu gara-gara
overcrowded; sedangkan copy Tomb Raider terjual sebanyak 21 juta sejak
diluncurkan.
Ananova pun setali tiga uang. Sosok penyiar keluaran Press Association April
2000 ini digambarkan sebagai gabungan dari Posh Spice, Carol Vorderman, dan
Kylie Minogue. Selain mempunyai sosok sempurna, pembaca berita yang suara dan
bentuknya bisa diakses lewat www.ananova.com ini adalah wanita yang sangat
cerdas. Suaranya enak didengar dan nyaman bagi mereka yang mendengarkannya.
Namun, dua tokoh terkenal ini bisa dibilang tidak punya emosi. Ananova tidak
dapat melemparkan ekspresi sinis dan arogan. Wajahnya sangat sempurna, tidak ada
kerutan pada mata atau bibir ketika berbicara. Seperti manusia palsu. Pokoknya
mirip sekali kartun dua dimensi. Nah, akhir tahun lalu LifeFX menawarkan virtual
karakter. Bedanya, tokoh ini bukan untuk pembaca berita atau tokoh game, tapi
membacakan e-mail atau semacam asisten untuk membaca e-mail. Namanya Facemail.
LifeFX yang diciptakan tahun 1999 menggunakan teknologi image-morphing computer
yang memahami anatomi manusia. Sistem digital seperti ini mampu menganalisis
gerak mata dan lidah, bahkan juga tengkorak serta setiap otot dan sendi yang
bergerak ketika orang berbicara. Teknologi tersebut menghasilkan gerak alami,
seperti lipatan kelopak mata ketika karakter berkedip. Alhasil, ”Internet
dapat menjadi media visual interaktif,” ujar Lucille Salhany, pencipta LifeFX.
Bisa menggunakan wajah sendiri
Karena gratis dan
menarik, LifeFX langsung menjadi salah satu program favorit yang di-download
melalui CNet dan ZDnet. Sebenarnya ada beberapa perusahaan lain yang membuat
program seperti LifeFX. Tapi, LifeFX menjadi favorit karena perusahaan yang
berbasis di Newton ini berhasil menggandeng Kodak, sebuah perusahaan film
raksasa dari Rochester, New York. Kodak bakal menggarap gambar interaktif yang
disebut Stand-In ini. Menurut Steve Ardire, Senior Vice President of Bussiness
Development and Sales LifeFX, kuartal pertama tahun depan mereka akan membuat
Biro Servis LifeFX. Karena sudah menggandeng Kodak, ”Orang bisa mengirim ke
kami foto mereka dengan mata terbuka dan menghadap kamera, dan kami akan
membuatkan Stand-In-nya,” janji Ardire.
Teknologi Stand-In berbeda dengan video yang pasif. ”Stand-In ini
interaktif,” kata Ardire. Selain membaca naskah yang ada di dalam e-mail,
Stand-In juga akan mengekspresikan emosinya. Mengirim dengan Facemail ini cukup
mudah. Netter tinggal men-download programnya di www.lifefx.com, situs CNet,
atau ZDNet, dan mengetikkan e-mail seperti biasa. Ekspresi Stand-In nantinya
disampaikan melalui ketikan yang sudah lazim. Misalnya :—) untuk tersenyum dan
:—( untuk dahi berkerut. Ada tujuh ekspresi yang bisa digambarkan Stand-In,
yakni tersenyum, ciuman, kedipan, kerutan di dahi, jijik, dan terkejut. Facemail
gratisan ini cocok untuk dipakai beberapa program e-mail terkenal, seperti AOL,
Hotmail, dan Microsoft Outlook.
Ekspresi seperti ini diramalkan bakal sangat membantu interaksi e-mail. Maklum,
sebagai bahan tertulis, banyak yang sering salah tangkap ketika membaca e-mail
seseorang. ”Lima puluh persen pembicaraan kan dilakukan secara nonverbal,”
kata Ardire. Ekspresi nonverbal inilah yang ditampilkan Stand-In. Penerima
e-mail yang ogah men-download program ini bisa saja hanya membaca teks; meskipun
dalam e-mMenjual si Label Pintar
Asisten pribadi dari Office XP
Hendrika Yunapritta, Christiantoko
Andalan bundel Office XP adalah hyperlink langsung dari teks yang diketik pemakai tanpa harus menutup tampilannya. Harga per paketnya memang tak murah. Walau belum resmi diluncurkan, versi bajakannya sudah bisa dibeli.
Pengguna komputer mungkin lebih
akrab dengan Microsoft Word atau Excel yang ada dalam bundel Office ketimbang
sistem operasi Windows. Dalam perkenalan Windows XP, Februari lalu, pemilik
software terbesar di dunia, Bill Gates, mengatakan bahwa Windows telah menjadi
alat kerja ratusan juta orang di dunia. Tak heran bila bundel Office menjadi
tambang emas perusahaan software terbesar di dunia ini. Office sendiri
menyumbang 46% revenue dan 50% income Microsoft.
Itu sebabnya, pertengahan tahun ini Microsoft akan meluncurkan si tambang emas
Office XP. Ini mendahului induknya, Windows eXPerience (XP), yang baru akan
diluncurkan Oktober depan. Office XP bisa bekerja pada Windows 98/98 SE, Windows
Millenium Edition (ME), NT 4.0, dan Windows 2000; tapi tidak akan jalan pada
Windows 95. Cuma, Anda perlu memori (RAM) 128 MB bila ingin mendapatkan tampilan
optimal dari Office XP. Jika cukup puas dengan program apa adanya, ya cukup
menggunakan memori 64 MB saja.
Program Office XP, yang antara lain terdiri dari program MS Word, Excel, dan
Outlook, akan menyita 400 MB - 800 MB harddisk. Kapasitas yang luar biasa itu
memang diperlukan untuk meng-install fasilitas unggulan Office XP: Smart Tag.
Smart Tag bekerja dengan mengenali sebuah kata kunci atau asosiasi kata tersebut
dengan suatu tampilan fasilitas. Tampilan ini bisa berupa program sederhana atau
koneksi ke database di dunia maya. Jadi, Smart Tag alias Label Pintar ini bakal
muncul ketika pengguna mengetikkan suatu kata dalam program-program Office XP.
Label Pintar akan memudahkan pengguna Office XP, karena tidak perlu bersusah
payah keluar dari dokumen yang dikerjakannya dan membuka browser ketika ingin
mencari informasi lebih. Namun, si pengguna terlebih dahulu harus men-download
installer dari situs-situs database yang ditunjuk Microsoft atau situs Microsoft
sendiri.
Versi bajakan pun sudah tersedia
Di Indonesia, ada tiga situs lokal yang bekerja sama dengan Microsoft, yakni
Kompas Cyber Media (KCM), Indoexchange, dan Yellowpages. Untuk sementara ini KCM
hanya meng-install-kan data artis dan menteri; dan nantinya pengguna bakal bisa
mengakses seluruh database KCM. Bahkan, Smart Tag juga bisa menyediakan cuplikan
lagu, seperti grup Sheila On 7. Sedangkan Indoexchange menyediakan link untuk
Smart Tag ketika pengguna mengetik nama emiten. Link ini berisi harga saham
serta informasi bisnis lainnya. Lantas situs Yellowpages menyediakan alamat
perusahaan di lima kota besar Indonesia. Tentu saja Label Pintar akan berfungsi
jika pengguna Office XP dalam keadaan terhubung dengan dunia maya.
Database di tiga situs ini diubah ke dalam file xml yang berbentuk teks dan
tidak membedakan antara bahasa pemprograman pengirim atau penerima data.
Hasilnya, file ini gampang dibaca di mana pun. ”Bahkan xml bisa dibaca pemakai
Linux maupun NT,” ujar Adrianto Gani, Manager Director PT Puspa Intimedia
Internusa (Intimedia), perusahaan yang mengubah data di database Yellowpages
menjadi format xml. Intimedia sendiri mengubah format 200.000 kata di
Yellowpages agar bisa diakses melalui Office XP. Kerja sama antara Microsoft
dengan tiga situs ini tidak komersial. ”Yah, ini win-win lah,” ujar Eddie
Daradjat, Presdir Indoexchange. Setiap Smart Tag yang terkoneksi dengan situs
mereka otomatis akan menambah page preview dan hit.
Kelebihan Office XP ini otomatis mengiming-imingi pengguna Office untuk
meng-upgrade versi lama mereka. Maklum saja, sekitar 60% pengguna Office masih
mengandalkan versi lima tahun lalu. Memang, dibandingkan dengan Office 97,
Office XP ini jadi tampak sangat modern dan menarik. Makanya, Microsoft
memperkirakan ada 100 juta - 120 juta orang pengguna Office 95 atau 97 yang
menjadi pasar untuk dirayu dengan keunggulan Office XP.
Tapi, harga Office XP ini lumayan mahal. Di Indonesia versi resmi Office XP akan
dijual dengan harga US$ 550 atau Rp 5,5 juta. Seperti versi Office dan Windows
yang dulu-dulu, belakangan bajakan software produksi raksasa Microsoft ini
banyak ditemui. Di Malaysia, kabarnya versi bajakan dijual dengan harga US$ 3
saja. Di Indonesia, Office dan Windows XP bajakan harganya cuma Rp 15.000 atau
US$ 1,5.
ail yang mengandung Facemail tersebut ada link menuju ke situs-situs LifeFx
Si
Emas Cokelat makin Harum
Panen raya cengkeh telah tiba
Niken Rooshany, Marga Raharja
Setelah tertekan bertahun-tahun, kini petani cengkeh mulai bisa menebar senyumnya. Maklum, harga cengkeh meroket tak kira-kira. Tapi, kebutuhan pasar tak mampu dipenuhi. Pabrik rokok mulai megap-megap kesulitan bahan baku cengkeh.
Panen raya cengkeh, yang datang
setiap empat tahun sekali, berlangsung lagi mulai Juni ini. Agaknya, inilah
panen raya yang disambut dengan perasaan suka cita oleh petani. Pancaran penuh
semangat tampak di wajah mereka yang telah menjual cengkeh kering dengan harga
Rp 70.000 sampai Rp 80.000 per kg. Sementara itu, sebagian lagi masih menahan
hasil panennya. Mereka berharap, moga-moga harga salah satu bahan baku rokok
kretek itu akan terus meroket.
Lonjakan harga si emas cokelat ini sebetulnya tidak begitu mengejutkan.
Bayangkan, tahun lalu saja pabrik rokok kretek membutuhkan sekitar 91.000 ton
cengkeh, sementara hasil panennya hanya 70.000 ton. Dan tahun ini produksi
cengkeh diperkirakan bakal anjlok lagi menjadi tinggal 50.000 per ton.
Logikanya, sampai tahun depan pasar akan kekurangan cengkeh. Apalagi pasokan
dari Aceh dan Maluku, dua sentra produksi cengkeh, sampai saat ini masih
tersendat-sendat.
Maka, harga pun meroket tak tanggung-tanggung. Yang diuntungkan, ya, siapa lagi
kalau bukan petani cengkeh. Seperti yang dirasakan Gelora Perangin-angin, petani
dari Carangwulan, Jombang. Di saat panen raya seperti sekarang, kebunnya seluas
lima hektare diperkirakan akan menghasilkan sekitar 5 ton cengkeh kering.
Setelah dipotong biaya petik dan pemeliharaan, petani asal Medan yang sudah lama
tinggal di Jombang ini masih bisa meraup keuntungan bersih Rp 300 juta.
”Prospek cengkeh akan bagus hingga tahun 2005,” kata Gelora.
Rasa gembira juga dipancarkan Tony Sugianto, petani asal Wonosalam. Hanya, ia
tak seberuntung Gelora yang tergolong cukup kebal menghadapi fluktuasi harga.
Ketika harga si emas cokelet ini jatuh sampai Rp 1.800 sekilogramnya, Tony
termasuk satu dari ribuan petani yang melantarkan kebunnya. Pria ini juga
telanjur menciutkan lahan cengkehnya. ”Dulu saya memiliki kebun seluas enam
hektare dan ditumbuhi ribuan pohon cengkeh. Tapi, sekarang tinggal separonya,”
kata Tony penuh sesal.
Ketika terjadi kelebihan pasok cengkeh, tahun 1992, Badan Penyangga dan
Pemasaran Cengkeh (BPPC) yang dikomandoi Tonmmy Soeharto memang pernah
mengeluarkan kebijakan untuk mengonversikan 30% tanaman cengkeh. Lalu, petani
dianjurkan mengganti pohon cengkeh dengan tembakau, vanili, cokelat, atau
palawija. Selain itu, Tommy juga mengusulkan untuk membakar 40% hingga 50% hasil
panen cengkeh. BPPC saat itu sedang terancam kolaps dan tak mampu menyerap
produksi cengkeh akibat tak ada pembelian cengkeh oleh pabrik rokok.
Mengancam industri rokok kretek
Tapi, pelbagai upaya itu tak mampu mengangkat harga cengkeh. Bertahun-tahun
harganya jauh di bawah harga dasar. Tapi, sejak BPPC dibubarkan, harga cengkeh
mulai sedikit terangkat. Tahun lalu, misalnya, harganya mencapai Rp 30.000
hingga Rp Rp 40.000 per kg. Jadi, jika tahun ini harga cengkeh menembus Rp
70.000 per kg, wajar kalau semangat para petani terpicu kembali. ”Sekarang
orang mulai mengupayakan menanam cengkeh lagi,” kata Litha Brent, eksportir
kopi dari Ujungpandang, yang pernah menjadi pemasok cengkeh untuk pabrik rokok.
Rezeki nomplok juga akan dirasakan petani cengkeh di Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara. Tahun ini sentra produksi cengkeh terbesar di Indonesia itu
diperkirakan akan menghasilkan 14.000 ton cengkeh kering atau setara dengan Rp
980 miliar. Tentu saja, pemasukan ini akan mendorong tingkat konsumsi para
petani. Namun, Kepala Biro Ekonomi Pemda Sulut, Alberth Pontoh, mengatakan bahwa
perilaku petani sekarang sudah sangat berubah. ”Mereka tak mau lagi mengulangi
penderitaan masa lalu yang melakukan konsumsi jor-joran,” katanya.
Sayang, kegembiraan petani cengkeh itu akhir-akhir ini berubah menjadi
ketakutan. Pasalnya, seperti peribahasa, ada gula ada semut, tingginya harga
cengkeh ternyata telah menarik minat para penjarah. Di Kecamatan Wonosalam,
misalnya. Menurut Gelora, beberapa perkebunan cengkeh yang terletak di pingir
jalan besar sudah habis dijarah. ”Mereka tidak takut pada aparat keamanan,”
kata Gelora. ”Kami akhirnya mengajak penduduk untuk melakukan pam-swakarsa.”
Tapi, tak ada yang menandingi penderitaan pabrik rokok sebagai konsumen utama.
Menurut Darjoto Setiawan, Direktur Utama PT Bentoel Prima, lonjakan harga
cengkeh telah mengancam kelangsungan hidup ratusan pabrik rokok kecil. Itu
terjadi setelah harga cengkeh meroket dari Rp 25.000 tahun lalu menjadi Rp
61.000 per kg. Kondisi ini diperparah lagi oleh kenaikan tarif cukai. Akibatnya,
agar tidak rugi lebih besar, beberapa pabrik rokok akhirnya menutup usahanya.
”Bukan yang kecil saja, pabrik rokok menengah besar pun sekarang
megap-megap,” kata Darjoto.
Ternyata,
Aman itu Mahal
Macam-macam pungutan baru di BPOM
Djumyati Partawidjaja, Sri Sayekti, Ahmad Febrian
Demi meningkatkan pelayanan, pemerintah menerbitkan PP No. 17 tentang pungutan baru di BPOM. Pungutan ini dianggap akan memberati pengusaha menengah kecil; sementara pelayanan BPOM sendiri tak banyak berubah.
Kalau sudah kepepet, orang
memang bisa menjadi lebih kreatif. Yang penting asap dapur bisa terus ngebul.
Itu pula yang dilakukan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Lewat PP No.
17/2001, pengusaha makanan, minuman, kosmetika, obat-obatan dan produk kesehatan
diwajibkan membayar biaya evaluasi, pendaftaran, sertifikasi, dan pengujian.
”Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kita juga,” kata Mawarwati,
Sekretaris Utama BPOM.
Untuk semua jasa yang diberikan BPOM, selama ini pengusaha hanya dikenai biaya
formulir Rp 15.000. Tapi, lewat PP No. 17, yang berlaku sejak 16 Mei lalu, para
pengusaha harus mengeluarkan uang sampai jutaan rupiah. Biaya pendaftaran dan
evaluasi misalnya. Untuk pendaftaran tiap item (jenis, rasa, atau berat
tertentu) obat jadi yang baru dikenai biaya pendaftaran dan evaluasi sebesar Rp
20 juta; sementara obat tradisional dengan bentukan baru dikenai biaya Rp 2,5-5
juta.
Di sisi lain, tiap item obat generik hanya terkena Rp 1 juta. Pada produk
makanan, yang paling mahal terkena pungutan adalah makanan suplemen dan pangan
khusus. Biayanya Rp 2,5 juta per item. Jenis-jenis makanan lainnya seperti susu,
daging olahan, makanan kaleng, minuman dalam kemasan, coklat, macam-macam
tepung, dan rempah-rempah hanya terkena pungutan antara Rp 50.000 sampai Rp 1
juta.
Belum lagi aturan baru untuk sertifikasi cara produksi yang baik. Kalau selama
ini hanya pengusaha obat yang wajib memiliki sertifikasi, mulai 16 Mei lalu
semua pengusaha makanan, kosmetika, dan alat kesehatan harus memiliki
sertifikasi. Besar biaya ini sangat beragam. Untuk indutri besar, misalnya,
biayanya berkisar antara Rp 10 juta sampai Rp 5 juta. Industri menengah dikenai
biaya sertifikasi antara Rp 2,5 juta - Rp 5 juta, dan industri kecil dikenai Rp
1 juta.
Menurut Mawarwati, ada cukup banyak masalah kalau semua jasa BPOM digratiskan.
Malah, fasilitas ini sering dimanfaatkan para pengusaha. Mereka, misalnya,
memasukkan 20 nomor registrasi. ”Padahal mungkin hanya perlu lima nomor
registrasi, mereka masukkan 20 nomor. Akibatnya, beban kerja BPOM jadi berlebih
sehingga proses registrasi jadi lama sekali. Untuk mengatasinya, BPOM akhirnya
memasang tarif untuk setiap jasa yang diberikan. ”Semuanya kita setor ke kas
negara. Kalau kita perlu peningkatan mutu, perlu operational cost, kita bisa
mendapatkan tambahan dana dari APBN,” ungkap Mawarwati.
BPOM tidak bertanggung jawab secara hukum
Pungutan sekecil ini bagi industri obat-obatan jelas tidak ada artinya.
”Tarifnya jauh lebih kecil kalau dibandingkan dengan luar negeri yang bisa
mencapai ratusan ribu dolar,” tutur Anthony Sunarja, Ketua Gabungan Pengusaha
Farmasi. Dalam hitungannya, kalau bisa menjual obat selama lima tahun,
perusahaan farmasi diperkirakan bisa memperoleh pendapatan Rp 4 miliar. Jadi,
pungutan sebesar Rp 20 juta itu sama sekali tidak ada artinya; juga bukan alasan
untuk menaikkan harga obat.
Tapi, pengusaha makanan menganggap pungutan itu cukup memberatkan. Betul, bagi
perusahaan sekaliber Indofood, Nestle, Coca-Cola, biaya tersebut jelas tidak
masalah. Bayangkan. Coca-Cola saja setiap harinya bisa menjual 7 juta botol.
Sementara penghasilan Indofood dari penjualan mi instan sudah mencapai Rp 9
miliar per tahun atau Rp 24 juta per hari. Masalahnya, menurut Direktur Gabungan
Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia, Thomas Dharmawan, biaya untuk
mendapatkan nomor registrasi yang harus dipasang dalam label produk ini
dikenakan pada semua pengusaha. Besar maupun kecil.
Padahal, menurut data BPS, tahun 1998 ada 700.000 pengusaha kecil dan rumah
tangga yang aktif, sedangkan industri besarnya hanya ada lima ribuan saja. Jika
ingin dicap sebagai pengusaha makanan yang baik, mau tak mau mereka juga harus
mendapatkan sertifikat Cara Produksi Makanan yang Baik. ”Bagaimana nanti nasib
para pengusaha dodol, nata de coco, dan usaha makanan kecil lainnya?” tanya
Thomas. Mungkin para pengusaha tak keberatan dikenai biaya Rp 1 juta - Rp 5
juta. Masalahnya, mereka juga harus memperbaiki fasilitasnya untuk mendapatkan
sertifikasi. Jumlahnya juga tidak kecil.
Sialnya, berdasarkan pengalaman selama ini, registrasi di BPOM ini tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara hukum. Maksudnya, kalau sampai terjadi kasus dengan
produk terdaftar, masyarakat tidak bisa menuntut BPOM yang sudah memberikan
registrasi dan sertifikasi. Masalah-masalah seperti itu tetap saja menjadi
tanggung jawab pengusaha. Mereka juga yang harus keluar duit bila terjadi
gugatan ganti rugi. Jadi buat apa segala macam biaya dan sertifikasi itu?
Memerah Dolar dari Susu
F. Rahardi,
Praktisi Pertanian
Memelihara sapi perah adalah
bisnis yang bisa mendatangkan pemasukan harian dan nilainya relatif stabil
karena terkait dengan dolar. Penyerap susu segar terbesar adalah pabrik susu
bubuk yang standar harganya mengikuti dolar AS. Karena itu, meskipun nilai dolar
melambung tinggi, peternak sapi perah tidak perlu pusing. Sebab, bahan baku
pakan mereka hanyalah hijauan yang kandungan komponen lokalnya mencapai 100%.
Memang, bila bibit sapinya memilih yang impor, harganya juga mengikuti dolar.
Sekarang ini harga bibit sapi perah impor (bunting sekitar empat bulan) mencapai
sekitar US$ 1.000. Sementara itu, yang lokal antara Rp 5 juta–Rp 6 juta per
ekor.
Harga susu di tingkat pabrik memang turun naik mengikuti kurs dolar. Pada saat
tulisan ini dibuat, dengan kurs Rp 11.950 per dolar AS, harga susu segar di
tingkat pabrik Rp 1.550 per liter. Di tingkat peternak, semua sangat tergantung
dari KUD-nya. Semakin jauh jarak lokasi peternakan serta KUD dari lokasi pabrik,
semakin rendah harga yang bisa diberikan ke peternak.
Tapi, rata-rata selisih harga antara level pabrik dengan peternak antara
10%–15%. Dengan tingkat produksi susu (induk lokal) antara 8–15 liter per
induk per hari, pendapatan kotor peternak antara Rp 12.400 sampai Rp 23.250.
Kalau yang dipelihara induk eks-impor atau bibit hasil kawin suntik dengan semen
(mani beku) eks-impor, hasil susunya bisa mencapai 18–20 liter per hari. Tapi,
biaya pakan dan perawatannya juga lebih tinggi ketimbang induk lokal.
Kebutuhan hijauan berupa tebon (batang jagung muda), rumput gajah, atau rumput
raja (king grass) sekitar 50 kg per ekor induk per hari. Hasil hijauan segar per
hektare per sekali panen sekitar 20 ton. Dengan siklus tebangan sekitar 60 hari
sekali, untuk seekor induk diperlukan areal tanaman hijauan seluas 1.500 m2.
Berarti tiap hektare lahan hijauan bisa memberi pakan paling sedikit enam ekor
sapi perah.
Seorang peternak dengan populasi sapi 10 ekor memerlukan lahan hijauan seluas
1,5 ha yang berpengairan teknis. Kalau harus membeli hijauan dengan harga Rp 100
per kg, biaya untuk pakan seekor sapi sudah mencapai Rp 5.000 per hari. Di saat
kemarau panjang, kalau peternak tidak memiliki areal hijauan berpengairan
teknis, biaya pakan akan melambung tinggi karena tersedot untuk keperluan
transportasi.
Kesulitannya cuma mencari pakan hijauan
Sebenarnya tetek-bengek teknis pemeliharaan sapi perah sudah relatif terkuasai
dengan baik oleh peternak kita. Karenanya, para pendatang baru tidak perlu
kerepotan untuk masuk ke wilayah ini. Tinggal mengirim tenaga untuk ”magang”
ke peternak yang sudah jalan lalu mengikuti mereka. Alur pasarnya pun relatif
rapi melalui KUD dan masuk ke pabrik. KUD-KUD susu ini relatif baik kinerjanya
karena mereka tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI). Baiknya
kinerja koperasi susu ini juga dikarenakan mereka harus bekerja sama dengan
pabrik-pabrik susu perusahaan multinasional. Standar kerja koperasi-koperasi ini
pun lalu mengikuti standar kerja dunia persusuan internasional.
Kondisi para peternak sapi perah ini agak berbeda dengan dunia sapi pedaging
yang kusut masai karena ulah blantik (pedagang sapi potong) yang kinerjanya
memang bergaya preman. Kalau kita datang ke sentra-sentra peternak sapi perah di
Pujon, Malang-Jawa Timur; Boyolali, Jawa Tengah; Lembang dan Pangalengan, Jawa
Barat; mereka hampir tidak mempunyai keluhan.
Satu-satunya keluhan yang selalu mereka kedepankan adalah kesulitan hijauan di
musim kemarau. Para peternak sapi perah di Boyolali, misalnya, di musim kemarau
biasa mendatangkan hijauan dari Kabupaten Magelang, Semarang, Temanggung, bahkan
sampai ke Kabupaten Kendal. Ini semua terjadi karena mereka tidak memiliki areal
hijauan berpengairan teknis sesuai dengan populasi sapi peliharaan mereka.
Hasil pemeliharaan sapi perah sebenarnya bukan melulu susu. Daging anak sapi
perah jantan (feal) meskipun lebih murah dari sapi pedaging, relatif punya pasar
tersendiri. Saat ini harga anak sapi perah jantan sekitar Rp 10.500 per kg
hidup. Dulu di tahun 1980-an para peternak sapi perah di Pujon pernah membuang
susu segarnya ke kali karena harga yang diberikan oleh pabrik terlalu rendah
sementara produksi mereka melimpah. Kejadian itu tidak pernah terulang lagi.
Di Pangalengan, para peternak berhasil mengembangkan industri kecil dengan
produk yoghurt, keju, dodol, permen, es krim, dan lain-lain yang memberikan
lapangan kerja bagi masyarakat sekitar. Di Yogyakarta dan Bandung, konsumsi susu
segar di kaki lima berkembang cukup pesat. Itu semua berkah dari industri
peternakan sapi perah yang relatif sehat.
Krisis ekonomi, politik, dan sosial yang berkepanjangan dewasa ini ternyata tak
terlalu bergema di lingkungan peternak sapi perah. Baru-baru ini, ketika saya
menyempatkan diri ngobrol dengan kelompok peternak di Kaliurang, Sleman, DIY,
mereka sangat ceria. Keluhan mereka hanyalah soal hijauan. Mereka tak berani
menambah populasi ternak karena keterbatasan areal hijauan. Berbeda dengan
peternak di Boyolali yang sudah terbiasa mendatangkan hijauan dari jauh, para
peternak di lereng selatan Gunung Merapi ini terbiasa mengandalkan hijauan dari
sekitar kampung halaman mereka. Padahal, peluang mendapatkan tambahan kredit
induk dari koperasi selalu terbuka. Setiap saat mereka bisa mengambilnya tanpa
prosedur yang rumit.
Sorry,
Spesial buat Dolar
Mebel etnik asli maupun aspal banyak penggemarnya
Titis Nurdiana, Melanie, Barly H., Cipto W., Sianne K.
Mebel dengan sentuhan etnik tetap mampu tampil memikat. Tak peduli yang
asli maupun yang aspal—asli tapi palsu—mebel jenis ini tak pernah kehabisan
penggemar. Hanya, ada ancaman soal bahan baku. Persaingan juga amat ketat.
ENTAH apa kata pemerhati kebudayaan
bila melihat kenyataan ini: hasil karya budaya kita ternyata lebih disukai
bangsa lain ketimbang bangsa sendiri. Coba kita tengok bisnis mebel etnik, jenis
perabot yang diciptakan dengan sentuhan khas daerah. Pembelinya memang seakan
tidak pernah habis. Malah, jumlahnya terus bertambah. Kalau kita datang ke kota
Yogyakarta dari arah kota Solo, sepanjang jalan akan terlihat deretan aneka toko
mebel, baik yang besar maupun kecil. Yang tambah membuat kaget, mereka bukan
cuma melayani pembeli lokal melainkan juga ekspor. Ruarr… biasa, bukan?
Ini bukan lantaran pembeli lokal tak ada atau penjual emoh duit rupiah. Menurut
cerita Sholahuddin alias Sholah, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Antik (Assantik)
Yogyakarta, permintaan dari pembeli lokal juga banyak. Hanya, anggota asosiasi
yang berjumlah 40 pengusaha itu sudah terlalu sibuk dengan order yang luar biasa
banyaknya dari pembeli bule. “Kebetulan saja mereka bayar pake dolar,” kilah
Sholah. Dalam waktu sebulan, mereka harus mengirim 100 kontainer. Saking
sibuknya dengan partai besar itulah, pembeli lokal dengan amat menyesal tidak
bisa dilayani toko-toko di sepanjang jalan lingkar selatan kota budaya itu.
Begitulah kondisinya. Pembeli bule berduit dolar memang sedang keranjingan mebel
khas buatan tangan orang Indonesia. Mebel etnik, begitu sebutannya. Saat ini,
mebel dengan corak etnik tradisional bertebaran di hotel maupun pertokoan di
Eropa dan Amerika. Tapi, sejatinya, pasar lokal juga sangat berminat pada mebel
etnik. Lihat saja interior hotel-hotel berbintang yang ada di Bali, Yogyakarta,
Surabaya, dan Jakarta, di setiap sudutnya terlihat mebel-mebel dengan corak
etnik.
Tak kalah serunya, saat ini banyak rumah pribadi yang ditata dengan sentuhan
etnik. Memang, bagi sebagian orang, yang namanya mebel bukan cuma diperhatikan
dari sisi fungsi atau kegunaannya. Salah satu pertimbangan yang dipakai adalah
adanya unsur cita rasa seni yang melekat pada mebel-mebel itu.
Dari sekian banyak mebel etnik yang ada di Indonesia, menurut Sholah, perabotan
khas daerah Jawa, Madura, dan Lombok menduduki peringkat pertama. “Terutama
Jawa, khususnya Kudus dan Jepara,” ujar Sholah. Fakta itu juga terlihat di
ruang pamer Sadatu, Mal Ambassador, Jakarta. Dari berbagai macam perabot etnik
Nusantara, ada yang dari Jawa, Madura, Bali, Lombok, sampai Toraja, ternyata
mebel bercorak Jawa paling laku dijual.
Selain bahan baku, bule juga jadi ancaman
Karena dinilai sebagai karya seni, sudah tentu mebel bercorak etnik
tradisional tidaklah murah. Apalagi yang asli dan tua, harganya bisa mencapai
puluhan juta rupiah, bahkan ada yang sampai Rp 100 juta. Maklumlah, untuk
mencari mebel asli yang umurnya ratusan atau puluhan tahun, penjual mesti
berburu sampai ke pelosok kampung. “Dulu gampang, sekarang susahnya minta
ampun,” ujar Ivan, bagian pemasaran Galeri Joglo Antik.
Begitu halnya pengalaman Puspeta, galeri lainnya. Menurut Mu’tasim, salah satu
pengurusnya, mebel asli saat ini jumlahnya sudah jauh berkurang ketimbang
dua-tiga tahun silam. “Dulu bisa sampai seratusan, sekarang ini puluhan juga
susah nyarinya,” ujar Mu’tasim.
Lantaran langka, harga mebel antik menjadi setinggi langit. Ini pula yang
menyebabkan munculnya bisnis mebel repro alias reproduksi. Mebel yang dibuat
sama persis bentuk dan modelnya dengan yang asli inilah yang sekarang merajai
pasaran dalam maupun luar negeri. “Yang membedakan hanya umur kayunya,”
lanjut Mu’tasim lagi.
Kendati cuma barang aspal, nyatanya minat membeli mebel jenis ini makin
bertambah jumlahnya. Padahal, harganya juga tidak bisa dibilang murah. “Paling
murah US$ 40, sampai US$ 1.000,” ujar Ivan.
Sudah tentu para pedagang mebel tidak sembarang menjual mebel repro. Soalnya,
pembelinya orang yang mengerti barang seni dan bukan orang yang ingin sok etnik.
“Pembeli bule jauh lebih rewel dan teliti ketimbang pembeli lokal,” ujar
Sholah. Faktor umur kayu, keharusan memakai kayu jati, tingkat kekeringan,
pengerjaan, sampai finishing-nya, tidak boleh cacat atau menyalahi pesanan.
Salah sedikit saja, tak segan-segan bule-bule itu langsung mengembalikan barang.
Selain transaksinya dibatalkan, “Mereka juga bisa minta ganti rugi,” lanjut
Sholah.
Meski terlihat menguntungkan, kini pemain bisnis mebel repro terancam kesulitan
bahan baku. Sudah harga kayu jati naik terus, pasokannya juga menipis. Kalau
mereka tidak nakal—memborong dari penjarah kayu jati—satu-satunya sumber
adalah membeli dari Dinas Perhutani. “Harganya tinggi, tapi tak ada pilihan
harus tetap dibeli,” sungutnya.
Selain itu, mereka kini juga dihadapkan pada sengitnya persaingan. Akibatnya,
tidak jarang mereka perang harga. Kalau sudah begini, yang dilakukan adalah
mengorbankan kualitas. “Kalau ditolak pembeli, siapa yang tanggung?” ucap
Sholah. Celakanya, mereka tidak cuma berperang melawan sesama pedagang mebel
pribumi. Bule-bule yang dulu cuma pembeli belakangan ini banyak yang beralih
menjadi pengusaha mebel sendiri. Lo, kok bisa? “Mereka kawin dengan orang
Indonesia, dan mengatasnamakan usahanya dengan nama istri,” ujar Ivan, sebal.
Kawinnya asli atau repro, ya?
Mebel
Lokal Tetap Eksis
Kiat produsen mebel meraup pasar lokal dan ekspor
Sri Sayekti, Anang Purwa Satyana, Melanie (Yogyakarta)
Penjualan mebel terus mengalami peningkatan. Yang laris tetap saja mebel bercorak etnik. Tapi, karena kendalanya kian banyak, para pengusaha harus mempertajam kiat pemasarannya.
MEBEL alias furnitur barangkali
satu komoditas yang paling sering dijual lewat pameran. Iklannya juga
gede-gedean. Bahkan, selain berpameran di gedung-gedung khusus pameran seperti
JHCC atau Jakarta Fair, produsennya kerap pula menggelar pameran di mal ataupun
ruang pamer mereka sendiri. Maklumlah, persaingan antarprodusen mebel sudah
semakin ketat.
Bagi para konsumen yang ingin membeli perabot rumah, tentu senang-senang saja
dengan banyaknya pameran itu. Alternatif pilihan bisa beraneka. Biarpun kita
bisa menjadi bingung sendiri, saking banyaknya barang yang dilihat. Mau mebel
model klasik ukiran Jepara, mebel trendi yang simpel, ataupun yang mewah,
semuanya tersedia. Tinggal kita sendiri yang mencocokan dengan ukuran ruangan,
gaya interior, dan juga tentu saja anggaran keuangan kita.
Sekadar contoh, coba tengok gerai furnitur di berbagai mal. Di situ tidak jarang
si produsen memajang perabot rumah tangga untuk satu ruangan lengkap dengan
pernak-perniknya. Misalnya, gerai Vinoti Living menjajakan satu set meja makan
beserta peralatan makannya sekalian. Uniknya, piring, gelas, sendok-garpu,
serbet, lilin, sampai sumpit itu bukan pajangan semata, melainkan dijual pula.
”Aksesori itu lebih sebagai umpan,” ujar Gilang Utoyo, Staf Pemasaran Vinoti
Living.
Umpan-umpan ini ternyata bisa memikat konsumen. ”Ada juga yang membeli
piringnya dulu, baru kembali lagi beli mejanya,” kata Gilang. Produk Vinoti
Living yang paling laris adalah tempat tidur yang dipasarkan dengan harga Rp 3,9
juta sampai Rp 15 juta lengkap dengan wardrobe atawa almari baju.
Karena ketatnya persaingan, para produsen mebel tak henti-hentinya memikirkan
pengembangan pasar mereka. Pasar lokal, walaupun belum lepas dari belitan
krisis, memang masih lumayan. Malah, dalam pengamatan Halistya Pramana, Managing
Director PT Vinotindo Graharasarana, permintaan mebel sempat naik di awal tahun.
Sayangnya, sejak Maret lalu kembali turun. ”Mungkin karena keadaan politik
tidak menentu, orang mengerem pembelian furnitur,” begitu dugaannya.
Kombinasi etnik menjadi unggulan ekspor
Di samping pasar lokal, tentu saja pasar ekspor masih terbuka luas. Menurut
data Asosiasi Permebelan Indonesia (Asmindo), tahun lalu ada peningkatan ekspor
sebesar 34%, yakni dari US$ 1,147 miliar menjadi US$ 1,172 miliar. Salah satu
produsen mebel yang menikmati mengkilapnya dolar adalah Joglo Antik. Pemain
mebel yang mempunyai bengkel di Yogyakarta ini setiap bulannya bisa mengekspor
sebanyak 3-4 kontainer ke Amerika Serikat, Prancis, dan Portugal. Tiap kontainer
minimal bernilai US$ 8.000.
Jenis mebel yang dibikin Joglo Antik adalah indoor furniture, seperti kursi,
meja, rak buku, penyekat ruangan. Harganya bervariasi. Ada kursi seharga US$ 40,
meja tulis US$ 200, sampai almari besar yang dijual US$ 1.000. Menurut
pengamatan Sholahudin, Ketua Asosiasi Pengusaha Antik Indonesia, ada pergeseran
permintaan ekspor untuk mebel antik. Dulu, yang laku adalah almari, baik yang
benar-benar antik maupun hasil reproduksi barang antik. Kini, mebel antik yang
tren adalah rak buku dan kursi untuk keperluan perpustakaan pribadi.
Perabot luar ruang pun sebetulnya laku. Contohnya, Jati Estetika Furniture malah
bisa mengirim garden furniture dari jati setiap bulannya ke mancanegara. ”Yang
lagi digemari di luar negeri itu garden furniture dari kayu jati, karena sangat
cocok ditaruh di luar rumah,” ucap Hariyanto, Manajer Pemasaran Jati Estetika
Furniture. Adapun mebel ukiran maupun motif etnik lainnya, yang lazimnya untuk
dalam ruang, cuma diekspor bila ada pesanan.
Namun, menembus pasar ekspor juga bukan perkara gampang. Lihat saja pengalaman
Vinoti, yang sejak 1984 dikenal dengan produk mebel perkantoran. Mulai dua tahun
lalu, Vinoti harus membanting setir ke mebel rumahan. ”Malaysia dan Cina sudah
lebih unggul dalam ekspor mebel perkantoran,” kata Halistya.
Sekarang, Vinoti lebih fokus pada mebel rumahan yang bercorak etnik. ”Memang,
kombinasi etnik itulah keunggulan Indonesia yang bisa dijual,” katanya. Di
samping berganti fokus, Vinoti juga menambah jalur distribusinya. Pertama,
membuka perwakilan di San Fransisco, sehingga setiap tahun bisa mengikuti empat
kali pameran yang digelar San Fransisco Gift Fair. Kedua, membuka toko di
Singapura. Hasilnya, ekspor mebel Vinoti bisa meningkat 50% ketimbang tahun
lalu. ”Peningkatan ekpor ini bukan karena permintaan pasarnya meningkat,
melainkan juga karena kami menambah jalur distribusi,” ujarnya.
Ekspor mebel ini memang kian banyak kendalanya. Pertama, eksportir tidak bisa
lagi memakai sistem konsinyasi dan berpameran di luar negeri. ”Ongkosnya
mahal,” jelas Hariyanto, yang biasa mengekspor mebel ke Spanyol, Inggris, dan
Jerman. Karena itu, eksportir hanya mengirim barang berdasarkan pesanan.
Promosinya pun cuma lewat brosur. ”Akibatnya, kita sulit mencari customer
baru,” keluhnya. Celakanya, kini para buyer atau pembeli luar negeri banyak
yang langsung membeli sendiri ke Kudus dan Jepara.
Kedua, bahan baku kayu kian sulit diperoleh dan harganya pun makin mahal. Grup
Vinoti, misalnya, harus membayar Rp 3 juta per meter kubik kayu asal Kalimantan
dan Sulawesi. ”Sudah harganya merambat naik terus, kayu yang bagus juga makin
langka,” keluh Halistya.
Ketiga, banyak pembeli yang berpaling dari Indonesia ke Vietnam, terutama untuk
mebel dari rotan. ”Karena harganya lebih murah,” katanya.
Kendala berikutnya: adanya kesadaran kelestarian lingkungan yang makin tinggi.
Ini membuat eksportir perlu menetapkan orientasi pasar secara tepat. Maklum,
biaya sertifikafikasi ekolabel ini tidak murah: US$ 5.000. Eropa, sebagai pasar
kedua terbesar ekspor mebel kita, dikenal sangat ketat dalam persyaratan
ekolabel. Karena itu, kini orientasi ekspor mebel diarahkan ke negara-negara
yang tidak begitu ketat soal ekolabel, seperti Amerika dan Timur Tengah.
Gonta-ganti
Kain Sofa
Memilih dandanan mebel: antik atau kontemporer
Djumyati Partawidjaja, Sri Sayekti, Sianne Komara
Ada orang yang tidak peduli dengan tempat duduknya. Tapi, apa salahnya kalau punya sofa yang bergaya dan enak diduduki. Biayanya bisa kecil, tapi bisa juga sangat besar; tergantung keinginan Anda mendandani ruang duduk Anda.
JANGAN sepelekan unsur pendukung
perabot rumah Anda. Sebab, memilih pernak-pernik supaya perabotan rumah tangga
bisa pas jelas membutuhkan keahlian sendiri. Seperti dandanan di wajah, dandanan
pada perabotan rumah tangga juga sedikit banyak mencerminkan karakter Anda.
Contoh gampangnya adalah pilihan warna. Untuk ruang tamu, salah satu faktor yang
bisa dimainkan adalah kain pelapis sofa dan gorden. Tapi, sebelum Anda
memutuskan apa pun, Vivi Nirmala, Visual Merchandiser dari Floral Home,
menyarankan untuk melihat dulu jenis style yang diinginkan. Dari pengamatan
Vivi, orang cenderung memilih satu dari dua pilihan warna. Ada yang senang
dengan warna netral dan ada pula yang senang dengan warna-warna berani.
Secara umum, empat jenis style dikenal para pengusaha furnitur. Menurut Samuel
Stepanus, Marketing Manager PT Ateja Tritunggal Corporation, ada gaya Italia
yang memadukan warna emas atau perak dengan oranye untuk bisa mendapatkan kesan
mewah pada mebel jenis semiklasik. Ada juga gaya Eropa —Jerman, Belgia,
Inggris— yang banyak memakai warna natural lembut semacam peach dan coklat
muda untuk mebel semikontemporer. Selain itu, masih ada gaya Amerika yang banyak
memadukan warna navy blue, burgundy, dan coklat tua untuk mebel semiklasik.
Terakhir adalah gaya Asia yang lebih banyak mengambil dari Timur Tengah, dengan
paduan hijau dan kuning untuk mebel bergaya klasik.
Dari sinilah biasanya desain berikutnya bisa ditentukan, seperti jenis kain dan
bentuk motifnya. Bisa saja Anda mengambil pilihan warna polos. Kalau menghendaki
yang bermotif, jangan khawatir bakal kehabisan pilihan. Produsen kain lokal
semacam Ateja satu tahun bisa mengeluarkan 200-300 desain baru. Selain itu,
kalau kita mempunyai desain sendiri, asalkan mau membeli minimal 500 meter,
Ateja mau membuatkannya.
Tapi, memilih yang impor pun sah-sah saja. Beberapa pengusaha mebel faktanya
masih lebih senang mengambil kain impor ketimbang produk dalam negeri. Maklum,
selain pilihan warna yang lebih beragam, kelembutan tekstur dan konsistensi
warna kainnya dianggap lebih unggul.
Toh, kain impor itu punya beberapa kelemahan. Pertama, harganya jelas lebih
mahal. Kalau kain lokal Ateja hanya seharga Rp 20.000 – Rp 70.000 per meter,
kain lokal Vania Rp 50.000 – Rp 75.000 per meter, kain impor satu meternya
bisa mencapai harga Rp 80.000 – Rp 200.000. Lalu, kita juga harus hati-hati
berhitung. Soalnya, kain impor mempunyai lebar yang berbeda. Bila kain lokal
kebanyakan lebarnya 140 cm, kain impor ada yang 90 cm, meski ada juga yang 110
cm dan 150 cm.
Berikutnya, bicara jenis kain, saat ini ada puluhan jenis kain yang beredar.
Tapi, menurut Presiden Direktur Ateja Subianto Tjandra, jenis yang sedang
ngetren saat ini adalah Chenile dan Gobelin. Chenile adalah kain yang memakai
benang-benang berbulu, jadi terkesan seperti beludru. Warnanya kebanyakan
natural seperti coklat, krem, dan kuning. Sementara itu, Gobelin memiliki desain
kontras yang cocok untuk jenis mebel antik.
Inilah tip untuk mengganti kain sofa
Nah, kalau Anda memang benar-benar berniat mengganti kain sofa, sekarang saatnya
mulai berhitung anggaran. Menurut Temmy Latif, Marketing Giovanni, perusahaan
yang menjual kain lokal Vania, satu set sofa komplet membutuhkan kain sepanjang
30 meter. Artinya, Anda harus siap mengeluarkan uang Rp 300.000 untuk membeli
kain Rp 10.000 per meter. Atau, bisa sampai Rp 6 juta untuk kain yang Rp 200.000
per meter.
Belum lagi untuk biaya pemasangan. Ongkos tukang yang jago, menurut Temmy, bisa
Rp 450.000 – Rp 750.000 per dudukan. Artinya, kalau sofa Anda mempunyai enam
dudukan, sediakan saja dana Rp 2,7 juta – Rp 4,5 juta untuk membayar tukang.
Totalnya, satu set sofa dengan kain kelas menengah seharga Rp 70.000 dan biaya
pembuatan tukang yang bagus bisa menghabiskan dana Rp 4,8 juta – Rp 6,6 juta.
Namun, jangan putus asa melihat harga setinggi itu. Sebab, ada juga yang murah
meriah. ”Ada satu set sofa seharga Rp 2 juta sudah termasuk kain,” kata
Temmy. Cuma, tentu saja kelasnya lain, dan isi sofanya juga beda.
Sebetulnya, kalau tahu caranya, kita tidak perlu sering mengganti kain sofa.
Sebab, bila dipasang dengan benar, biasanya kain pelapis itu cukup tahan
bertahun-tahun. Menurut Temmy, tiap produk Ateja dan Vania mencantumkan kekuatan
warnanya dari pancaran sinar matahari. Lalu, ada juga kekuatan abrasinya.
”Tiap orang duduk kan suka bergesek, misalnya 20.000 gesek-an dengan bobot 800
gram,” ujar Temmy. Lalu, kalau kain sofa Anda kotor, jangan dulu main ganti.
Soalnya, kain itu masih bisa kembali seperti semula asal dicuci dengan cara dry
clean.
Nah, sekarang tinggal pilih saja mau gaya apa dan berapa besar dana yang
disediakan untuk mendandani sofa Anda.
Biar
tidak Dibilang Borju
Mebel impor ramai pembeli
Hendrika Yunapritta, Markus S., Sri Sayekti, Titis N., Yus Santos
Harga mebel impor yang mencapai ratusan juta, dan dijual dengan dolar, bukan halangan untuk konsumen di Indonesia. Supaya si mebel tidak mubazir dan terlihat janggal di antara barang lain, penjual mebel impor juga menyediakan konsultan interior.
BANYAK yang diekspor, banyak
pula impornya. Keseimbangan begini tampaknya cuma bisa dialami bisnis mebel.
Jika masyarakat di negara barat suka mebel etnik dan antik asal Indonesia,
sebaliknya ada kalangan di tanah air yang fanatik dengan mebel impor. Padahal,
terus terang saja, melihat ukurannya yang besar-besar, adakalanya mebel impor
kurang cocok dipakai kaum pribumi yang berbadan sedang. Tapi, yang namanya
selera, gengsi, ataupun import-minded, tetap lebih menang. Akhirnya, mebel impor
terus didatangkan lantaran punya pasar di Indonesia.
Tentu saja, bagi konsumen kelas ini tidak ada kata krismon. Kendati harga mebel
impor naik berkali lipat, tetap saja angka penjualannya tinggi. Konon, ada
sekitar 10% dari 10 juta penduduk Jakarta yang menyukai dan mampu belanja mebel
impor. Di luar Jakarta, yang gemar mebel impor adalah orang-orang kaya di
Surabaya. Ketika baru-baru ini digelar pameran mebel impor di Hotel Westin, pada
hari pertama bisa terjual sebanyak Rp 1 miliar. ”Kita tidak keberatanlah
membeli produk asing ini,” ucap Retno, yang habis membeli sofa seharga Rp 9
juta.
Boleh jadi volume pasar mebel impor ini tidak besar. Tapi, omzetnya bisa sangat
besar lantaran biasanya peminat mebel impor ini fanatik dengan merek. Selain
itu, di samping pembeli yang cuma beli satuan (per item buying), banyak juga
yang memborong perabot komplet untuk satu ruangan (interior buying). Bahkan,
bisa sekaligus dengan aksesori padanannya segala, seperti lukisan atau lampu.
Tak heran jika omzet pengusaha mebel impor bisa mencapai Rp 20 miliar hingga Rp
30 miliar per tahun.
Mebel-mebel impor itu kebanyakan didatangkan dari Amerika atau Eropa. Bedanya
terletak pada finishing. Mebel van Eropa terasa halus ketika disentuh, dan
mengkilap. Warnanya tampak anggun, glamor, dan menawan. Mebel Amerika lebih cozy
atau mengutamakan kenyamanan, lebih fungsional, dan biasanya menonjolkan serat
kayu.
Salah satu perusahaan yang getol mendatangkan mebel impor adalah Da Vinci
Collection. Menurut Ardi Joanda, Marketing Manager Da Vinci Collection,
perusahaannya telah mengimpor mebel dari Amerika dan Eropa sejak 1995. Hingga
kini, tak kurang dari 450 merek didatangkan Da Vinci. Semuanya berupa ready
stock dan tak perlu dirakit lagi. ”Tinggal buka kardusnya saja,” kata Ardi.
Eksklusivitas bukan ditentukan harga
Mebel impor, menurut Ardi, sebenarnya bukan dibeli untuk sekadar gengsi atau mau
bergaya borju. ”Ini merupakan investasi jangka panjang,” ujarnya. Boleh
dibilang, mebel berharga di atas rata-rata itu umumnya berumur panjang.
Nah, supaya tidak kelihatan norak ketika dipajang, Da Vinci juga menyediakan
konsultan interior gratis bagi konsumennya. Bahkan, konsultasi itu bukan cuma
untuk memadukan bed di ruang tidur, misalnya, melainkan juga menentukan warna
dinding. Khusus untuk sofa Natuzzi, Da Vinci juga menyediakan pembersihan sofa
gratis dua kali setahun, selama 10 tahun. Sayang, mebel yang mahal itu terasa
”maksa” atau njomplang dengan perabot lain.
Dan, kalau berniat membeli mebel impor, memang sebaiknya yang eksklusif.
”Eksklusivitas mebel impor tidaklah ditentukan dari harga,” kata Ardi,
”Tapi, ditentukan oleh jumlah produksi.” Misalnya, seperangkat kursi kulit
Natuzzi yang harganya Rp 21,5 juta, seperangkat meja makan Jetto dari Amerika
seharga Rp 112 juta, dan bufet ala Istana Versailles yang harganya Rp 400 juta,
itu semua tidak dibuat secara massal. Pabrik sofa dan bufet tadi, menurut Ardi,
hanya membikin dua biji tipe yang sama dalam setahun.
Contoh importir mebel lainnya adalah Berlian Pratama. Berbeda dengan Da Vinci
yang konsepnya lebih pada supermarket mebel impor, Berlian hanya mengkhususkan
diri pada beberapa jenis saja. Yakni, wardrobe alias almari pakaian supergede,
kitchen set, dan aksesori rumah. Distributor mebel Groupo Berloni dari Italia
ini menjual semua produknya dengan nilai dolar. Setahun belakangan ini mereka
membuka pabrik perakitan di Surabaya. ”Bisa lebih murah 70%,” ungkap Nancy
Lianita, Marketing & Designer Berlian Pratama.
Wardrobe menjadi spesialisasi Berlian. Harga lemari raksasa ini US$ 350-450 per
meter per segi. Satu unit yang sudah jadi, panjangnya bisa mencapai 6,4 meter,
harganya US$ 6.000. ”Itu tergantung aksesorinya. Ada juga yang US$ 5.000,”
jelas Nancy. Mungkin karena tidak ada saingan dari importir lain, dalam sebulan
Berlian bisa menjual sekitar 10 lemari.
Pembelinya pun tak melulu ekspatriat. Ada pula yang orang Indonesia. Uniknya,
konsumen yang berminat membeli produk dari Groupo Berloni ini bisa membawa
ukuran ruang, ukuran mebel, serta jenis mebel yang diingini. Pihak Groupo
Berloni akan membuatkan desain interiornya. ”Ada design fee US$ 100,” ujar
Nancy. Uang ini dianggap sebagai uang muka.
o
Pesan Mebel di Tukang Modern
Makin hari, orang lebih memilih rumah yang mungil dengan lahan kecil.
Pertimbangannya bukan saja alasan ekonomi, melainkan juga karena aktivitas di
luar rumah yang lebih banyak plus jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit.
Nah, buat rumah mungil begini, model-model mebel impor yang besar atau mebel
komplet tentu kurang cocok. Salah-salah, malah disangka gudang saking penuh
sesaknya barang di ruangan yang kecil.
Tapi, siapa bilang rumah mungil tak bisa tampil cantik atau anggun dengan
pilihan mebel klasik atau etnik? Itu bisa dilakukan dengan cara memperkecil
ukuran mebel. Pabrik mebel memang hanya mengeluarkan satu ukuran standar. Namun,
kita bisa pergi ke beberapa pengusaha yang mengkhususkan diri untuk membuat
mebel sesuai dengan pesanan atau tailormade. Bukan cuma ukurannya yang bisa
disesuaikan dengan luas ruangan, tapi model dan padanannya pun bisa dipesan.
Tengok saja di Rumah Kampung. Di sana kita bisa memberikan gambar mebel desain
sendiri. Atau, cukup ungkapkan ingin model yang bagaimana. ”Bisa kami yang
buatkan, bisa pula mereka bawa sendiri,” ujar Ery Pribadi dari Rumah Kampung.
Alhasil, berbagai padanan boleh-boleh saja dilakukan. Misalnya, yang sedang tren
sekarang adalah paduan antik dan modern. Untuk kamar tamu, sofa diberi kaki kayu
jati plus meja kayu antik yang sisi atasnya diganti kaca. Bahkan, model kursi
atau sofanya bisa dibikin tidak seragam. ”Harganya minimal Rp 4 juta,” jelas
Ery lagi.
Peminat tailormade ini lumayan banyak. Setiap bulan, menurut Ery, sekitar 27-30
orang datang minta dibuatkan mebel sesuai dengan keinginan mereka. Waktu
penyelesaiannya sekitar dua minggu hingga sebulan. ”Kalau mebel kayu, biasanya
pelanggan memberi waktu lebih lama,” kata Ery. Rumah Kampung sepenuhnya
mengandalkan pesanan, jadi tidak ada stok barang di showroom-nya.
Rentetan Diskon ala BCA
Card
BAGI pemegang BCA Card, banyak alternatif tawaran untuk mengisi liburan. Ada
diskon 20% untuk Anda yang menyukai tantangan di Patriot Paintball Sport. Lalu,
Water Boom Cikarang memberikan selembar tiket gratis untuk setiap pembelian
minimal 5 tiket, juga harga spesial dari Bali Bungy. Untuk Anda yang ingin
menikmati hidangan istimewa, ada diskon 15% di Sunda Kelapa Restoran Taman
Impian Jaya Ancol, diskon 10% di Round Table Pizza, serta sebuah mug cantik dari
Restoran Happy Day, plus potongan 15% lagi dari Amigos Food Drinks & Fun,
serta 10% diskon dari Kirishima restoran Jepang dan Restoran Sintawang.
Sementara itu, buat buah hati Anda ada diskon 10% dari Winneta, alat tulis
eksklusif dari Toys r Us, 20% diskon setiap pembelian CD Play Station, CD-rom,
MP3, dan poster dari Game Center. Kalau ingin beli baju, ada diskon 10% dari
Lavie Baby House dan Vinolia Baby & Kids. Ada pula diskon 10% ditambah
hadiah menarik untuk pembelian minimum Rp 200.000 dari Cisangkuy Factory Outlet.
Ada juga penawaran dari dunia pendidikan. Diskon 10% untuk biaya kursus di EEC,
diskon 20% dari biaya kursus di Computertots, dan suvenir menarik berupa sepatu
tumble tots dari Tumble Tots. Semua penawaran menarik ini dapat diperoleh hingga
Juli 2001.
Program Tengah Tahun Sogo
SOGO memberikan banyak hadiah menarik serta diskon sampai 50% dalam program Mid
Year Sale. Ada traveling bag plus lotion dari Calvin Klein untuk pembelian salah
satu koleksi kosmetiknya. Ada payung cantik dan travel set dari kosmetik Kanebo.
Untuk diskonnya, aksesori wanita produk Giovani, tas tangan Hana, memberikan
diskon sampai 40%. Lalu, produk pakaian dari Theme Blouse, Calour Box, Benetton,
Gianni D’Marco, serta pakaian anak-anak memberikan diskon sampai 50%. Tidak
ketinggalan pula perlengkapan rumah tangga dan pernak-perniknya yang didiskon
sampai 50%. Jangan sampai lewat, soalnya semua penawaran ini hanya berlangsung
hingga 10 Juni 2001.
Aneka Pameran di Mal Ciputra
MENYAMBUT liburan sekolah, Mal Ciputra dan BCA mempersembahkan program promosi
menarik dari 14 Juni hingga 29 Juli 2001. Pengunjung akan mendapatkan kejutan
menarik dari Batman, Robin, Batgirl, Cat Woman, Tweety, Tazmanian Devil, Bugs
Bunny, dan Marvin The Martian. Ada pula hadiah-hadiah menarik yang akan
dibagi-bagikan kepada setiap pengunjung yang berbelanja di Mal Ciputra; mulai
dari uang tunai, elektronik, ponsel, sampai mobil. Jangan lewatkan juga pameran
peralatan olah raga dan kesehatan yang berlangsung hingga 3 Juni 2001 dari Saga
Fitness, pameran pesta nikah dari Eva Bun, pameran Marlboro Adventure Team
hingga 10 juni 2001, pameran aneka tas tanggal 4-10 Juni 2001, serta pameran
alat-alat kesehatan dari Advance tanggal 18 Juni-1 Juli 2001.
Amex Melunasi Tagihan Kartu
BILA Anda pemegang kartu kredit apa pun, kirimkan saja tagihan terakhir untuk
mengikuti undian dari American Express. Bagi para pemenangnya, Amex akan
membayar lunas tagihan kartu kredit Anda hingga Rp 5.000.000. Program menarik
ini hanya berlaku bagi Anda sebagai pemegang kartu utama, dan bertempat tinggal
di Jabotabek. Undian pemenangnya akan berlangsung hingga 30 Juni 2001, dan
setiap peserta undian hanya diizinkan mengikuti satu kali.
Harga lebih Murah di Depo
INGIN belanja kebutuhan bahan bangunan dengan harga yang menarik? Coba datangi
Depo Bangunan. Cat tembok dapat dibawa pulang dengan harga dari Rp 18.190-Rp
33.070 per liter, Rp 30.500-Rp 34.700 per liter untuk cat kayu dan besi, Rp
76.600 per liter untuk cat genteng, serta aneka merek dan jenis cat lain mulai
harga Rp 2.884.
Selain itu, pintu supervinyl bisa diperoleh dengan harga Rp 178.200-285.000,
aneka produk kuningan dengan harga mulai Rp 9.450 sampai Rp 630.000, aneka kunci
dari harga Rp 4.590 sampai Rp 162.000. Dan, masih banyak lagi aneka barang
dengan harga menarik yang bisa Anda dapatkan hingga 17 Juni 2001.
Harga Minyak
A. Margana
Keputusan Pertamina untuk tidak
menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bagi rumah tang-ga, usaha kecil,
transportasi darat dan air, serta PLN, yang ber-laku per 1 Juni ini untuk
se-mentara cukup melegakan masyarakat. Sebab, menurut pengumuman Pertamina, BBM
se-perti premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel, dan minyak bakar
hanya dinaikkan 50% dari harga pasar. Ini khusus untuk sektor industri dan
kegiatan usaha lain, seperti bungker kapal ikan, peng-ambilan BBM yang
menggunakan tanker dan tongkang kapal ikan. Untuk kegiatan per-tambangan umum
(kontrak karya), kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi (kontrak bagi hasil),
kapal berbendera asing, dan bungker kapal tujuan luar negeri harganya
dite-tapkan 100% dari harga pasar yang berlaku.
Perlu diketahui, harga pasar BBM yang baru adalah Rp 2.180 untuk premium, minyak
tanah Rp 2.550, minyak solar 2.570, minyak diesel (MDF) Rp 2.500 dan minyak
bakar (MFO) Rp 1.890 per liter. Harga subsidi untuk masyarakat kebanyakan
premium ditetapkan Rp 1.150, minyak tanah Rp 350, minyak solar Rp 600, minyak
diesel Rp 550, dan minyak bakar Rp 400.
Masih hangat di benak kita: sistem pembedaan harga yang berlaku sejak 1 April
lalu itu telah mengundang banyak reaksi publik. Sebab, dengan pembedaan harga
antara kalangan in-dustri dan rakyat terjadi banyak penyimpangan penyaluran BBM.
Tanpa pengawasan dan sistem pendistribusian yang memadai, pelaksanaan
pengurangan subsidi untuk sejumlah sektor baru itu bisa menimbulkan masalah
rumit. Jangan sampai subsidi untuk rakyat justru dipetik untungnya oleh para
penyelundup dan penyalur yang mengekspornya ke pasar internasional —seperti
yang terjadi selama ini.
Kita mahfum bahwa pemerintah secara bertahap akan meng-hapus subsidi BBM. Selain
ada kesulitan anggaran, tam-paknya pemerintah sudah bulat tekadnya untuk
menghapus seluruh subsidi BBM tahun ini. Namun, hendaknya niat ini
dipertimbangkan masak-masak agar penghapusannya dapat dilakukan di saat yang
tepat. Sebab, sekarang ini beban hidup rakyat sungguh berat.
Tertarik dengan Ubi Jalar
SAYA sangat tertarik dengan artikel di rubrik Agribisnis tentang ubi jalar pada Mingguan KONTAN No. 35/V, tanggal 28 Mei 2001. Saya ingin bertanya, dan mungkin Redaksi bisa membantu. Bagaimana cara memperoleh informasi tentang kemungkinan ekspor ubi jalar tersebut? Selain itu, saya juga ingin menanyakan, di mana saya bisa mendapatkan informasi tentang peluang ekspor yang dapat dilakukan Indonesia? Bisakah saya men-dapatkan alamat Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) yang harus saya hubungi? Mohon informasi dari Redaksi.
Titi C.
Jakarta
Informasi lebih lengkap mengenai ubi jalar bisa langsung Anda tanyakan kepada Profesor Unus Suriawiria di Institut Teknologi Bandung. Sedangkan alamat Badan Pengembangan Ekspor Nasional (BPEN) adalah Jalan Gajah Mada no. 8 Jakarta 10130, Telp. 021-6334602
Sido Muncul dan Jamur Abadi
SAYA sangat antusias setelah membaca artikel mengenai jamur ling zhi yang
dimuat di KONTAN No. 31/V, tanggal 30 April 2001, karena angka-angka yang sangat
menjanjikan terutama dalam kondisi ekonomi saat ini. Namun, setelah saya mencoba
menghubungi Jamu Sidomuncul, Sdr. Bambang Supartoko (Pimpinan Divisi Jamur)
sedang tidak di tempat dan diterima oleh stafnya Sdri. Femmy. Dari perbincangan
dengan Sdri. Femmy, informasinya adalah sebagai berikut:
l Sejak awal, Sido Muncul, hanya memasarkan media jamur abadi termasuk bibitnya,
bahkan menyatakan ada kesalahan dalam berita di media;
l Harga per media telah meningkat menjadi Rp 2.000 per unit tanpa ada diskon
walau untuk jumlah besar;
l Sido Muncul tidak berkenan memberikan informasi tentang penyiapan lahan maupun
memberikan kesempatan meninjau lahan jamurnya;
l Petunjuk hanya diberikan setelah media dibeli oleh calon petani atau investor.
Mereka juga tidak dapat memberikan informasi tentang jalur pemasaran alternatif
yang bisa ditempuh calon petani atau investor.
Sebagai calon investor, yang paling dibutuhkan tentunya adalah jalur pemasaran
dan kepastian harga untuk jangka waktu tertentu, di samping sistem operasinya.
Dalam hal ini saya jadi teringat akan kasus usaha cacing yang pernah sangat
memikat sekitar tahun 1998-1999. Usaha itu akhirnya mengambil korban petani dan
investor cilik, sedangkan bibit dan pakannya telah laris manis.
Alangkah baiknya, harapan banyak orang seperti kami, Sidomuncul dengan kebesaran
nama dan posisinya berkenan dapat memecahkan masalah pemasaran jamur tersebut
sehingga tidak terkesan hanya melempar ide tapi juga mendukung pelaksana ide
tersebut. Atau, KONTAN bisa mencarikan informasi jalur pemasaran yang kredibel
tentang jamur abadi ini?
August J. Hutabarat
Jl. Taman Seroja Timur II no. 5
Semarang
Alamat Sido Muncul
SEHUBUNGAN dengan pemuatan artikel perihal budi daya jamur ling zhi, di Mingguan KONTAN No. 31/V tanggal 30 April 2001, kami menerima begitu banyak peminat mengenai kegiatan budi daya jamur tersebut. Kami telah memberikan penjelasan agar mereka dapat berhubungan langsung dengan kepala penelitian kami, Bapak Bambang Supartoko, di pabrik PT Sido Muncul sebagaimana yang telah dijelaskan oleh redaksi di rubrik Surat KONTAN No. 34/V, tanggal 21 Mei 2001. Namun, alamat yang diberikan dalam penjelasan Redaksi adalah alamat lama pabrik kami. Budi daya jamur ling zhi ada di pabrik kami yang baru dengan alamat Jalan Soekarno Hatta Km 28, Klepu, Semarang. Telepon 0298-523515, Fax. 0298-523509. Atas perhatian dan kerja samanya, kami mengucapkan terima kasih.
Sri Wahyuni,
PR Department PT Sido Muncul
Jl.Cipete Raya No 81
Jakarta 12410
Setia Mengakali Anda
SAYA adalah pelanggan Telkom, nomor telepon 485-554. Bersama ini saya ingin
menyampaikan keluhan tentang pelayanan PT Telkom Tbk. Pada 23 April 2001 pesawat
telepon di rumah kami tidak berdering sama sekali. Setelah dicek, ternyata mati
total. Besoknya kerusakan kami laporkan lewat telepon 117, dan tanggal 25 April
2001 datanglah petugas telepon sekitar pukul 11.00 WIB dengan memakai seragam
dan kendaraan Telkom.
Setelah melakukan pengecekan, ternyata tidak terdapat kerusakan jalur eksternal
di luar rumah kami. Yang rusak adalah jalur internal, yaitu sambungan kabel
telepon di atas ventilasi pintu rumah sampai ke pesawat telepon bagian dalam.
Masalah di sini adalah alasan dan cara penanganan petugas Telkom yang menurut
saya tidak lumrah. Dikatakan olehnya bahwa kerusakan internal menjadi tanggung
jawab konsumen. ”Untuk kerusakan internal, silakan Bapak menghubungi nomor
telepon ini,” katanya sembari menyodorkan brosur Koperasi Pegawai Telkom
(Kopegtel) Lampung tentang pemasangan Instalasi Kabel Rumah (IKR) yang total
biayanya mencapai Rp 88.500,00 (fotokopi brosur terlampir).
Kemudian petugas Telkom itu pergi begitu saja tanpa memeriksa apa yang menjadi
sebab kerusakan telepon. Dengan penasaran, kami mempelajari brosur tersebut dan
bertanya-tanya apakah alat ini merupakan hasil karya cipta ahli-ahli di PT
Telkom Tbk yang profesional, tapi fungsinya sama dengan kabel telepon yang
harganya Rp 7500 per meter. Hari itu juga kami membeli kabel telepon sendiri
sepanjang lima meter untuk mengganti kabel lama. Alhamdulilah, telepon dapat
berfungsi lagi dengan baik. Asal tahu saja, perbaikan ini dilakukan oleh adik
saya yang belum lulus SMP.
Atas kejadian itu, saya punya pertanyaan kepada PT Telkom Tbk. Apakah fungsi IKR
sesungguhnya? Apakah benar IKR ini merupakan kewajiban konsumen sesuai peraturan
baru Telkom? Jika memang aturannya begitu, saya mengusulkan agar moto Telkom
Setia Melayani Anda diganti saja dengan Setia Mengakali Anda.
Dicky Zulkarnain
Jl. Drs. Warsito Gg. Tanggamus No 17
Teluk Betung
Bandar Lampung
Mencari Racun Lebah
SAYA tertarik ketika membaca Mingguan KONTAN no. 35/V, tanggal 28 Mei 2001,
halaman 15, yakni rubrik Usaha berjudul Madu dan Racun yang Laris Manis. Selama
ini orang beternak lebah hanya untuk mendapatkan madunya. Akibatnya, pasar pun
kebanjiran madu. Meski demikian, madu tetap diburu orang, malah sampai ada versi
palsunya segala. Bagi peternak lebah, kondisi begini tentu sangat tidak
menguntungkan. Harga madu lebah kian anjlok dan peternak pun rugi.
Sebagai orang awam saya baru mengetahui lewat tulisan tersebut bahwa dari
beternak lebah pun bisa diperoleh macam-macam hasil. Tak hanya madu, tapi juga
racun, lilin, bi polen, dan sebagainya. Yang paling menggiurkan adalah racun
lebah yang bisa diekspor ke Jepang, dan harganya mencapai Rp 65 juta. Nah, saya
ingin tahu lebih banyak mengenai prospek usaha perlebahan ini. Bisakah redaksi
KONTAN memberikan alamat Asosiasi Perlebahan Indonesia untuk saya hubungi? Bila
saya tertarik untuk beternak lebah, di manakah saya bisa memperoleh bibitnya?
Bagaimana dengan pasarnya? Terima kasih atas bantuan redaksi.
Bambang Hartoto
Pengok PJKA
Yogyakarta
Asosiasi Perlebahan Indonesia (API) bisa Anda hubungi melalui ketuanya, Wawan Darmawan. Alamat API adalah Kompleks Wiladatika Cibubur Jakarta, telp. 021-8445104, 9225578. Asosiasi tersebut juga menyediakan konsultasi perlebahan dan kursus beternak lebah.