J u d u l : MENANGGUK LABA DENGAN WARALABA
S u m b e r : Majalah MITRA USAHA
T e r b i t : No. 11 Tahun III, 1997
Bisnis waralaba dewasa ini makin marak. Namun, serbuan waralaba asing membuat waralaba lokal makin terpuruk. Ini menurut konsultan waralaba Amir Karamoy antara lain karena "tenaga ahli lokal untuk pengembangan bisnis waralaba masih sangatterbatas".
Di bidang makanan menurut Amir sebetulnya tak sedikit potensi produk lokal yang bisa diwaralabakan. Misalnya saja Sate Madura, Nasi Uduk, dan Gudeg Yogyakarta. Hanya saja produk-produk tersebut harus lebih dulu memenuhi persyaratan dan sistim waralaba. Antara lain, tingkat kemampulabaan harus cukup tinggi dan stabil, sistim bisnis mudah diajarkan, produk atau jasa harus dapat dipasarkan secara luas, serta kemampuan sumber daya manusia (SDM) harus memadai. Pihak penerima waralaba juga harus memenuhi beberapa persyaratan. Yakni, memiliki cukup modal, berani mengambil resiko, meiliki lokasi usaha yang sesuai dengan persyaratan, serta harus mengikuti aturan main dari pemberi waralaba.
Intilah waralaba sendiri baru dibakukan sekitar tahun 90-an. Waralaba adalah padanan kata franchise, berarti freedom atau kebebasan memberi dan menentukan pilihan. Karena kegiatan usaha franchise sangat berpotensi menguntungkan, maka padanan katanya dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI) disebut waralaba. Wara berarti usaha, laba berarti keuntungan.
Lebih lanjut, pada lokakarya "Kebijakan untuk Mendukung Strategi Kemitraan Usaha di Indonesia" Oktober lalu itu, Amir menjelaskan ada tiga pihak yangterlibat dalam bisnis waralaba. Pertama, franchisor (pewaralaba/pemberi waralaba), yakni pemilik merek dagang dan sistim bisnis yang terbukti suksesnya pada orang lain. Kedua, franchise (terwaralaba/penerima waralaba) atau pihak yang memperoleh hak menggunakan merek dagang dan sistim bisnis. Ketiga, master Franchise (waralabatama), yakni pihak yang ditunjuk sebagai "perwakilan" franchisor dalam suatu wilayah tertentu, dan memperoleh hak untuk melakukan subwaralaba.
Melalui waralaba, pengusaha penerima waralaba telah memilih metode perluasan pasar yang efektif. Sebab, ia tak perlu lagi mengeluarkan biaya besar untuk promosi dan pemasaran. Mereka juga memulai bisnis dengan kepercayaan diri yang tinggi, karena didukung oleh pewaralaba yang memiliki nama produk terkenal. Di Indonesia misalnya, bertaburan beberapa perusahaan terkenal di dunia, seperti Mc.Donald, Kentucky Fried chiken, dan Dunkin Donuts. Produk makanan yang lebih banyak menjual gensi ini - yang di negara asalnya dijuluki makanan sampah - justru di sini menjadi makanan yang sangat populer, digandrungi kaum muda maupun tua, lelaki dan perempuan.
Bisnis waralaba di dunia, kata Amir, mengalami pertumbuhan cepat. Hal ini disebabkan tingkat keuntungan yang diperoleh pewaralab juga tinggi, misalnya dari royalty, peralatan, penyediaan bahan baku dan konsultasi bisnis. Selain itu tingkat resiko gagal di usaha inipun terbilang rendah, hanya 0,10 persen. Sementara usaha non waralaba bisa mencapai resiko gagal hingga 66 persen. Selain itu, kemungkinan sukses bisnis inipun cukup tinggi, mencapai 93 persen.
Amir mengambil contoh Mc.Donald-nya Bambang N. Rachmadi. Dengan memiliki 40 outlet, omzet usaha Bambang kini mencapai Rp. 2 milyar per hari. Pengalaman Bambang, setiap membuka outlet baru, pelamar subwaralaba yang mendaftar bisa mencapai 400 pelamar. Jumlah ini harus diseleksi secara ketat.
WARALABA USAHA KECIL, MASIH MINIM
Sebagai pola kemitraan bisnis, waralaba sangat menguntungkan. Sebab, pewaralaba memberikan bantuan profesional dalam operasi, manajemen dan teknik secara berkesinambungan. Termasuk pula bimbingan dalam penelitian dan pengembangan. Sayangnya, pola kemitraan itu belum bisa dimanfaatkan usaha kecil. Masih sedikit usaha kecil yang terlibat dalam waralaba. Penyebabnya, antara lain kemampuan manajemen usaha kecil yang masih terbatas. "Padahal banyak perusahaan kecil yang berminat mengembangkan usaha lewat waralaba," tutur Amir. Ia menegaskan, pengusaha kecil yang terjun dalam waralaba harus berlatar pendidikan minimal S1. Sebab akan banyak persyaratan dan ketentuan-ketentuan hukum yang harus dipatuhi